12 Mei 2010

kebijakan pembangunan regional

Pembangunan merupakan interaksi dari seluruh faktor yang ada dalam masyarakat –baik faktor ekonomi dan faktor non ekonomi atau faktor manusia atau non manusia-. Membangun suatu bangsa yang modern harus didukung oleh ketersediaanya faktor-faktor produksi yang mampu memberikan andil yang besar dalam pembangunan suatu wilayah atau bangsa. Dalam hal ini sumberdaya merupakan aspek yang terpenting yang mampu memberikan kebijakan-kebijakan yang mampu merubah perdaban. Dalam hal ini aspek faktor-faktor seperti modal, sumber daya alam, bantuan luar negeri, perdagangan international dan lain-lain memegang peranan yang amat penting, akan tetapi peranan sumberdaya manusialah yang paling terpenting, seperti ditegaskan oleh frederick Harbison, dan Charles Myers dan salah satu pelopor yang menyatakan sumberdaya manusia adalah penyokong pembangunan adalah theodore schultz. Maka untuk itu, semua faktor harus berkolaborasi dan diharapkan dapat seimbang sehingga akan menciptakan keberhasilan dalam menentukan kebijakan-kebijakan regional yang akan berimplikasi pada menurunya tingkat kemiskinan. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, maka rumusan yang kami angkat dalam makalah kami adalah Bagaimana bentuk-bentuk kebijakan ekonomi regional dan seberapa jauh memberikan dampak yang positif bagi daerah bersangkutan? BAB II PEMBAHASAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN REGIONAL 2.1 Perlunya Kebijakan Pembangunan Regional Kebijakan pembangunan pada dasarnya adalah merupakan keputusan atau tindakan yang ditetapkan oleh pejabat pemerintahan yang berwenang atau pengambil keputusan publik guna mewujudkan suatu kondisi pembangunan atau masyarakat yang diinginkan, baik pada saat sekarang maupun untuk periode tertentu dimasa yang mendatang. Sasaran akhir dari kebijakan pembangunan ini adalah untuk dapat mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara menyeluruh sesuai dengan keinginan dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat. Urgensi dan peranan kebijakan pembangunan regional berbeda pada waktu pola pembagunan negara bersangkutan yang bersifat sentralisasi dan desentralisasi. Pada saat pola pemerintahan dan pembangunan suatu negara bersifat sentralisasi, kebijakan regional tidak terlalu menentukan dan merupakan penunjang (sub-set) dari kebijakan pembangunan nasional. Pada kondisi demikian, aspirasi pembanguanan yang berkembang dimasing-masing wilayah hanya akan diterima jika tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Permasalahan yang muncul adalah bila mana kondisi, permasalahan dan potensi daerah pada negara bersangkutan sangat bervaeiasi sehingga kebijakan yang cenderung seragam tidak dapat memecahkan permasahan pembangunan daerah secara menyeluruh. Akan tetapi, bila pola pemerintahan tersebut telah bersifat desentralisasi, maka urgensi dan peranan kebijakan pembangunan regional menjadi lebih besar dan penting. Ddalam kondisi demikian, masing-masing daerah dapat menetapkan kebijakan pembangunan yang berbeda yang sesuai dengan potensi yang dimiliki serta permasalahan terhadap daerah yang bersangkutan. Dengan kondisi demikian, kebijakan pembangunan nasional lebih banyak berfungsi untuk memberikan arah pembangunan secara makro sedangkan kebijakan pembangunan wilayah terutama berfungsi untuk mendorong proses pembangunan pada daerah yang bersangkutan sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. 2.2 Sasaran Kebijakan Regional a. kemakmuran wilayah Sasaran yang utama yang dilakukan dalam kebijakan ini adalah untuk mensejahterakan wilayah yang bersangkutan. Ini berarti kondisi yang diinginkan adalah tercapai nya kesejahteraan dan terpenuhinya sarana dan prasarana yang memadai. Hal tersebut akan membuat mobilitas ekonomi semakin efektif karena didukung dengan infrastruktur yang baik. Jadi jika hal tersebut dapat daicapai oleh pemerintah yang didukung oleh perbaikan supra struktur menjadi lebih baik maka akan berakibat juga bagi pertumbuhan ekonomi. b. kemakmuran masyarakat bila mana kemakmuran masyarakat (people prosperity) merupakan sasaran utama pembangunan daerah, maka tekanan utama akan lebih banyak diarahkan pada pembangunan penduduk setempat. Dalam kaitanya dengan hal ini, program dan kegiatan lebih banyak diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam bentuk pengembngan pendidikan, peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat dan penerapan teknologi tepat guna. Disamping itu, perhatian juga akan diarahkan untuk meningkatkan kegiatan produksi masyarakat setempat dalam bentuk pengembangan kegiatan pertanian, meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehtanan, serta kegiatan ekonomi kerakyatan lainnya. Sejalan dengan hal tersebut dilakukan pula peningkatan pula pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan kemampuannya dalam pengembangan usaha agar mampu berkompetensi dalam dunia usaha. 2.3 Penatapan Wilayah Pembangunan Penetapan wilayah pembangunan dapat dilakukan dengan memperhatikan 4 aspek utama, yaitu: 1 kesamaan kondisi, permasalahan dan potensi umum daerah baik dibidang ekonomi, sosial dan geografi. Bila aspek ini dijadikan sebagai pertimbangan utama dalam pembentukan wilayah. 2 Keterkaitan yang erat antara daerah-daerah yang tergabung dalam wilayah pembangunan bersangkutan. Keterkaitam ini dapat diketahui melalui data tentang kegiatan dagang antar daerah dan mobilitas penduduk (migration) antar daerah. Bila aspek ini dijadikan sebagai dasar utama pembentukan wilayah pembangunan tersebut, maka wilayah in dinamakan nodal region. Aspek ketrkaitan ini sangat penting artinya untuk kebijakan pembangunan wilayah yang ditetrapkan dapat mendorong terjadinya keterpaduan dan sinergi pembangunan antar daerah dalam wilayah yang bersangkutan. 3 Kesamaan karakteristik geografis antar daerah yang tergabung dalam wilayah pembangunan tersebut. Karateristik geografis tersebut meliputi jenis daerah (pantai, pegunungan atau daerah aliran sungai), kesuburan dan kesesuaian lahan, dan potensi sumberdaya alam. Bila aspek ini dijadikan sebagai sumber aspek utama penetapan wilayah pembangunan maka wilayah tersebut dapat dinamakan sebagai wilayah fungsional. Aspek ini sangat penting dalam penetuan wilayah pembangunan. 4 Kesatuan wilayah administrasi pemerintahan antara propinsi, kabupaten dan kota yang tergabung dalam wilayah pembangunan bersangkutan. Bila pertimbngan merupakan unsur utama yang melandasi pembentukan wilayah pembangunan tersebut, mka wilayah ini dinamakan sebagai wilayah perencanaan (planniang region). 2.4 Bentuk Kebijakan Pembangunan Regional a. Kebijakan Fiskal Wilayah Kebijakan fiskal pada tingkat wilayah (region fiscal policy) dapat dilakukan dalam bidang pengaturan dan pengendalian penerimaan dan pengeluaran keuangan daerah. Alasanya adalah jelas karena penerimaan dan belanja daerah akan langsung mempengaruhi kinerja pembangunan daerah tersebut. Pendapatan daerah dapat berbentuk PAD yang diperoleh dari pajak dan retribusi daerah berikut hasil bersih perusaan daerah, serta alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat. Sedangkan belanja daerah dapat berbentuk biaya aparatur, belanja publik dan belanja modal sebagaimana terlihat dalam anggaran APBD daerah bersangkutan. Termasuk juga dalam belanja daerah ini adalah penggunaan dana dekonsentrasi dan dana pembantuan yang dialokasikan oleh pemerintah pusat kemasing-masing daerah melalui dinas dan instansi vertikal didaerah. Kebijakan fiskal wilayah menyangkut dengan pengeluaran yang dapat dilakukan dalam rangka mendorong proses pembangunan daerah dalam bentuk peningkatan proporsi dana APBD yang dialokasikan untuk belanja publik dan belanja modal. Kebijakan wilayah fiskal menyangkut dengan aspek belanja yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah dalam bentuk peningkatan keterkaitan antara perencanaan dan anggaran. Dengan cara demikian pengalokasian dana dan dan belanja pembangunan akan dapat disesuaikan dengan prioritas yang telah ditetapkan dalam rencana pembangunan daerah. Kebijakan wilayah fiskal juga dapat dilakukan melalui kebijakan nasional dengan menggunakan dana alokasi khusus. Peranan ini dapat dilakukan melaui penentuan arah dan prioritasnya penggunakan DAK tersebut sesuai dengan kepentingan nasional. Biasanya prioritas penggunaan DAK diberikan pada kegiaan-kegiatan penanggulangan kemiskinan, pembangunan prasarana jalan yang tidak mampu dibiayai oleh APBD dan peningkatan kualitas hidup. Disamping itu, alokasi DAK juga diprioritaskan untuk peningkatan proses pembangunan pada daerah sedang berkembang dalam rangka mengurangi ketimpangan pembangunan. b. Kebijakan Moneter Wilayah kebijakan moneter ini lebih terbatas dari pada kebijakan fiskal. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya bersifat makro sehingga sulit untuk dibatasi pelaksanaannya pada wilayah tertentu. Namun demikian, masih terdapat beberapa kemungkinan pelaksanaanya kebijakan moneter wilayah untuk aspek tertentu, misalnya menyangkut dengan kebijakan pemberian kredit perbankan yang dibedakan untuk daerah-daerah yang sudah maju (developed regions) dengan daerah yang sedang berkembang (developing regions) Kebijakan pemberian kredit perbankan untuk daerah sedang berkembang dapat diberikan dalam bentuk prosedur dan jaminan yang lebih sederhana sehingga para pengusaha di daerah tesebut dapat memanfaatkan fasilitas kredit tersebut. Begitu juga keringanan modal ventura juga dapat juga digulirkan untuk menarik minat investor. Namun demikian kantor bank indonesia daerah setempat perlu selalu mengawasi agar fasilitas perbankan tersebut secara benar-benar digunakan dengan benar. Kebijakan moneter wilayah lainnya yang juga dapat dilakukan dalam bentuk pengembangan lembaga-lembaga non bank sebagai alternatif untuk penyediaan pembiayaan bagi pengembangan usaha ekonomi masyarakat. 2.5 Evaluasi Pelaksaan Kebijakan Regional Evaluasi pelaksanaan perlu dilakukan untuk dapat mengetahui seberapa jauh kebijakan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah dapat memberikan dampak positif sesuai dengan tujuan yang telah tetapkan semula. Disanping itu, melalui evaluasi ini dapat diketahui faktor-faktor yang menyebabkan keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan kebijakan regional tersebut. Sehingga dapat dirumuskan kebijakan tertentu yang perlu dilakukan dimasa mendatang. Evaluasi pelaksanaan kebijakan tersebut dapat dilakukan secara komprehensif maupun secara parsial. a. Evaluasi Komprehensif Evaluasi komprehensif paling sederhana yang dapat dilakukan dalam melakukan evaluasi pelaksanaan kebijakan pembangunan regional adalah dengan jalan membangdingkan kondisi pembangunan sesudah kebijakan dilakukan dengan sebelumnya. Dengan cara demikian, tentunya kebijakan itu dapat dikatakan berhasil bila kinerja pembangunan dalam wilayah cakupan setelah kebijakan ditetapkan ternyata lebih baik dibandingkan dengan kondisi sebelum kebijakan diambil dengan asumsi tidak terjadi perubahan yang luar biasa dalam periode pelaksanaan kebijakan. Bilamana kebijakan tersebut merupakan bagian dari suatu perencanaan pembangunan regional, maka evaluasi keberhasilan pelaksaan kebijakan dapat dilakukan dengan dengan membandingkan realisasi kenerja pembangunan setelah kebijakan diterapkan dengan target pembangunan yang ditetapkan dalam rencana. Namun demikian, cara penilaian keberhasilan pelaksanaa kebijakan pembangunan regional sebagaimana telah diuraikan diatas mempunyai kelemahan karena sistem tersebut tidak dapat memisahkan dampak yang juga dihasilkan oleh kebijakan yang bersifat nasional. Sebagaimana diketahui bahwa kwmajuan pembangunan pada suatu daerah tidak hanya disebabkan oleh kebijakan pembagunan yang dilakukan oleh daerah bersangkutan saja, tetapi juga terjadi karena kebijakan pembangunan yang bersifat nasional dilakukan oleh pemerintah pusat. Karena itu untuk dapat mengevaluasi pengaruh kebijaksanaan pembangunan wilayah secara lebih baik, maka dampak pembangunan daerah sebagai hasil kebijakan nasional seharusnya dikeluarkan sehingga perhitungan menjadi lebih baik. Untuk keperluan tersebut maka, metode evaluasi dapat dilakukan adalah sebagai berikut. Langkah pertama perlu diketahui lebih dahulu adalah menghitung besarnya dampak pembangunan ekonomi atau tambahan penyediaan lapanghan kerja yang dapat dicapai sebagai hasil kebijakan nasional tanpa adanya kebijakan regional sebagai berikut: n n Ni = Σ ni = Σ [eit (Eit/Eio)] i=1 i=1 dimana eit adalahjumlah tenaga kerja atau nilai tambah (PDRB) region i pada periode waktu t dan Eit jumlah tenaga kerja atau nilai tambah tingkat nasional pada periode waktu t dan Eio adalah nilai tambah tingkat nasional pada tahun dasar. Dengan demikian, besarnya dampak dari kebijakan nasional terhadap pembangunan daerah akan dapat diketahui dengan jalan mengalihkan jumlah tenaga kerja atau PDRB daerah bersangkutan dengan peningkatan penyediaan lapangan kerja dan PDB pada tingkat nasional. Langkah berikutnya yang perlu dilakukan adalah menghitung besarnya dampak yng dihasilkan oleh kebijakan regional sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan mencari selisih antar jumlah penyediaan lapangan kerja atau PDRB daerah bersangkutan pada periode tertentu dengan besarnya pengaruh dari kebijakn nasional sebagaimana ditunjukan oleh persamaan diatas. Dengan demikian, besarnya pengaruh dari kebijakan regional akan dapt diketahui melalui persamaan berikut : n n R= A-N = Σei – Σ ni i=1 i=1 agar perhitungan menjadi lebih tepat, maka hal yang perlu ditentukan secara khusus disini adalh periode berlaku dan berakhirnya kebijakan nasional tersebut. Penilaian keberhasilan pelaksaan kebijakan pembangunan regional dapt pula dilakukan melaui mobilitas investasi yang masuk ke daerah bersangkutan. Hal ini dilakukan karena keberhasilan kebijakn pembangunan suatu daerah tersebut dapt pula ditunjukan oleh keberhasilan dalam menarik industri dan kegiatan ekonomi lannya dari luar daerah maupun luar negeri untuk masuk kesuatu daerah. Bila jumlah investasi yang masuk besarmaka unsur-unsur pembangunan daerah separti pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat akan dapt pula ditingkatkan. Berdasarkan pandangan tersebut, maka mobiltas industri dan kegiatan ekonomi daerah dapat diukur dalam bentuk arus investasi sehingga dapat ditulis sebagai berikut : M= f (I) Dimana M adalah mobilitas industri sedang I investasi dalam RP atau dolar. Bila unsur kebijakan pembangunan daerah (Rp) juga ikut dipertimbngkan maka fungsi mobolitas terdahulu akan dapat pula dapat ditulis : I= f (A,RP) Dimana A melambangkan data tarik daerah dan RP adalh kebijakan pembangunan regional yang dilakukan pada daerah tersebut. Bila pengukuran dilakukan metode regresi maka persamaan diatas dapat dirubah menjadi: I =σ+ßA +δ (RP)+ε Dimana σ, ß dan δ adalah koefisien regresi dan ε adalah faktor kesalahan (distrubance terms). Menginagat RP adalah fariabel kebijakan regional yang juga dapat diwakili oleh jumlah anggaran daerah yang dialokasikan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, maka keberhasilan kebijakan pembangunan regional dapat diukur dari besarnya koefesien regresi δ yang seharusnya mempunyai nilai positif. b. Evaluasi Parsial Evaluasi pelaksanaan kebijakan regional secara parsial dilakukan dengan melihat keberhasilan pelaksaan pembangunan pada tingkat progaram atau proyek (kegiatan). Evaluasi ini dikatakan parsial karena hanya melihat pada sebagian dari kegiatan pembangunan daerah yang belum tentu menggambarkan kondisi pembangunan daerah secara keseluruhan. Karena itu, untuk mendapatkan gambaran menyeluruh dari keberhasilan pelaksanaan kebijakan pembangunan regional perlu dilakukan penilaian terhadap sejumlah program dan proyek utama yang berskala besar dan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap pembangunan daerah bersangkutan. Karena penilaian dilakukan pada tingkat program dan proyek, maka teknik yang dapat digunakan adalah sama dengan yang lazim digunakan pada penilaian kelayakan (evaluasi proyek) dengan menggunakan analisis biaya dan manfaat (cost and benefit analisys). n t n t Σ [Bt/(1+i)] : Σ [(It + Ct) / (1+i] i=1 i=1 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN REGIONAL (Diajukan untuk Memenuhi Tugas Tersusun pada Mata kuliah Ekonomi Regional) Disusun oleh Muhammad Sihab Ali NPM: 06.21.04.0106 Semester V FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan masukan komentar anda