12 Mei 2010

koperasi

Tugas kelompok KOPERASI DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL EKONOMI (Di Buat Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Ekonomi Koperasi) Disusun oleh : Muhammad Sihab Ali 06.21.04.0106 Adhar Pardi sugianto Merta eka syaputra 06.21.04.0104 Hartanto Alpen yusuf FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 2009 BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN KOPERASI DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL EKONOMI 1. Pengertian Koperasi Koperasi menurut Moh. Hatta yang dijuluki sebagai bapak koperasi adalah “usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong. Semangat tolong menolong tersebut didorong oleh keinginan memberikan jasa kepada kawan berdasarkan seorang buat semua dan semua buat seorang”. Sedangkan definisi koperasi berdasarkan UU No. 25 Th 1992 koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hokum koperasi, dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan”. 2. Pengertian Sosial Pengertian social dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah “sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat”. Jadi segala sesuatu yang berkenaan dengan interaksi kegiatan masyarakat yang berkenaan dengan kepentingan bersama dalam kemasyarakatan adalah kegiatan social 3. Pengertian Pembangunan Pembangunan yang dalam bahasa inggris disebut development adalah proses naiknya pendapatan percapita dalam jangka waktu yang relatif lama dan berkelanjutan. Jadi perlu dibedakan antara pertumbuhan (growth) dengan pembangunan (development). Pembangunan adalah naiknya pertumbuhan dan perkembangan yang ditandai dengan naiknya GNP dan perubahan structural. Dari uraian definisi diatas dapat diambil benangn merah bahwa koperasi dalam pembangunan social ekonomi adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dan konsekuensinya kembali ke masyarakat dalam rangka mewujudkan keejahteraan bersama. 4. Kegiatan Usaha Untuk memahami koperasi sebagai badan usaha, maka proses dan dasar pembentukannya perlu dipelajari. Pada awalnya, koperasi dibentuk oleh beberapa orang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Oleh sebab itu, setiap usaha dari koperasi baik yang bersifat bisnis tunggal (single purpose coorperatives) ataupun yang bersifat serba usaha (multi purpose coorperatives) haarus dikaitkan dengan kepentingan atau pun kebutuhan ekonomi anggota. Hal itu dapat dipahami, karena perusahaan koperasi yang mereka miliki merupakan alat untuk mengurusi kepentingan ekonomi mereka. Prehatikan table dibawah ini, Sebagai pemilik SAMA seba- gai pem- akai Dari diagram status ganda anggota tersebut, dapat dilihat bahwa anggota-anggota koperasi secara individu ataupun rumaha tanggga mempunyai kebutuhan ekonomi yang sama dan hal itulah factor utama yang mendasari mereka untuk mendirikan perusahaan koperasi. 5. Hubungan pasar dengan koperasi a. hubungan produsen dengan pasar tanpa koperasi hubungan produsen dengan pasar tanpa koperasi dapat digambarkan sebagai berikut. Misalkan produsen (P) yang menghasilkan kakao akan menjual produksinya ke pasar (konsumen C). dalam hal ini produsen (P) dan konsumen C tidak terintegrasi atau tidak saling mengetahui dengan baik.oleh sebab itu, peran pedagang (T) adalah sangat strategis untuk menjembatani kepentingan ekonomi kedua belah pihak. Produsen barang/jasa pedagang konsumen Mekanisme pasar/ mekanisme pasar/ Adu kekuatan adu kekuatan Produsen P akan menjual produksinya ke pedagang T atau sebaliknya, pedagang T yang membeli dari produsen P. yang menarik untuk diamati disini adalah bahwa, hubungan P dan T diatur oleh mekanisme pasar. Hal yang sama juga terjadi pada pedagang T dengan konsumen C dimana interaksi yang terjadi sesame mereka diatur oleh mekanisme pasar. Dalam hal ini, T dan C terpisah satu sama lain. Jadi kedudukan P, T dan C terpisah satu sama lain sehingga masing-masing memiliki otonomi yang bebas dalam mengambil keputusan yang terbaik bagi diri mereka masing-masing. b. hubungan produsen anggota koperasi dengan pasaar menurut konsep koperasi, sekelompok orang baik itu sebagai produsen maupun konsumen yang mempunyai kepentingan ekonomi yang sama dapat membentuk perusahaan koperasi. Adanya persamaan kepentingan ekonomi ini membentuk hubungan khusus antara anggota koperasi dengan perusahaannya yang disebut koperasi. Produsen konsumen (C) P1,P2,P3 dst (pasar) Hubungan perikatan mekanisme pasar Dari gambar diatas memperlihatkan hubungan ekonomi yang terjadi menyangkut tiga pihak yakni :  Produsen (P1,P2,P3 dan seterusnya) yang juga anggota koperasi sebagai unit ekonomi.  Perusahaan koperasi yang menjual produksi anggota  Pasar (konsumen C) Sebenarnya produsen/anggota koperasi dapat berhubungan langsung kepasar untuk menjual produksinya, tapi karena pertimbangan efisiensi atau adanya keuntungan ekonomis dan non ekonomis yang lebih besar, mereka menyerahkan pemasarannya kepada koperasi. Dengan demikian, koperasi mengambil alih fungsi pemasaran atau penjualan yang semula dilakukan secara individual oleh produsen tersebut . selanjutnya koprasilah yang berinteraksi atau yang melakukan lobi ke pasar. Dalam pemasaran produk anggota,perusahaan koperasi dan anggotanya telah terikat dengan kesatuan organisasi koperasi. Ada hubungan keterikatan yang dibangun berdasarkan kebersamaan dan kekeluargaan dalam limgkungan anggota dalam lingkungan yang demokratis. Oleh sebab itu, dalam kasus diatas hubungan anggota dengan perusahaan koperasi tidak terpisah seecara mutlak seperti hubungan produsen P dan pedagang. Maka sebagai konsekuensi logis dari hubungan ini, maka keuntungan ekonomis yang diperoleh dari pemasaraan bersama melalui perusahaan koperasi tersebut akan jatuh langsung ke tangan anggota dan sebaliknya. 6. Koperasi Sebagai Soko Guru Pembangunan Sosial Perekonomian Indonesia Tujuan pembangunan ekonomi adalah untuk mencapai kemakmuran masyarakat. Ketentuan dasar dalam melaksanakan kegiatan ini diatur oleh UUD 1945 pasal 33 ayat 1 yang berbunyi, ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.” Dalam penjelasan pasal 33 UU 1945 ini dikatakan bahwa ”produksi di kerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.” Penjelasan pasal 33 UUD 1945 ini menempatkan kedudukan koperasi: • sebagai sokoguru perekonomian nasional, dan • sebagai bagian integral tata perekonomian nasional. Menurut Kamus Umum Lengkap karangan wojowasito (1982), arti dari sokoguru adalah “pilar atau tiang”. Jadi, makna dari istilah koperasi sebagai sokoguru perekonomian dapat diartikan koperasi sebagai pilar atau ”penyangga utama” atau ”tulang punggung” perekonomian. Dengan demikian koperasi diperankan dan difungsikan sebagai pilar utama dalam sistem perekonomian nasional. Ditinjau dari sisi badan usaha atau pelaku bisnis, ada 3 kelompok pelaku bisnis dalam system perekonomian nasional yaitu: 1) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 2) Badan Usaha Koperasi (BUK) 3) Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) Ketiga badan usaha ini dalam kehidupan sehari-hari sering disebut sebagai pelaku ekonomi. Dari ketiga pelaku ekonomi tersebut peran koperasi dalam segala kehidupan perekonomian nasional diharapkan dominan atau mejadi pilar utama, dalam hal pembentukan produk domestik bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, pemerataan ekonomi, ataupun pertumbuhan ekonomi. UUD 1945 Pasal 33 memandang koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional, yang kemudian semakin dipertegas dalam pasal 4 UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian. Menurut M. Hatta sebagai pelopor pasal 33 UUD 1945 tersebut, koperasi dijadikan sebagai sokoguru perekonomian nasional karena : • koperasi mendidik sikap self-helping • koperasi mempunyai sifat kemasyarakatan, dimana kepentingan masyarakat harus lebih diutamakan daripada kepentingan diri atau golongan sendiri • koperasi digali dan dikembangkan dari budaya asli bangsa Indonesia • koperasi menentang segala paham yang berbau individualisme dan kapitalisme Dalam era globalisasi ini. koperasi tetap dipandang sebagai sokoguru perekonomian nasional. Hal ini karena : 1 Asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa 2 Asas manfaat Watak ekonomi dan sosial yang melekat pada jati diri koperasi, memperjelas fakta bahwa nilai-nilai asas manfaat ini sangat melekat pada institusi koperasi Dalam koperasi, usaha-usah yang ditangani harus bermanfaat dan ditujukan demi peningkatan kesejahteraan anggotanya • Asas Demokrasi Pancasila • Asas Adil dan Merata • Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam perikehidupan • Asas Kesadaran Hukum • Asas Kemandirian • Asas Kejuangan • Asas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 7. Peran Koperasi dalam Pembangunan Social Ekonomi Indonesia Krisis yang terjadi pada dasawarsa 1997 telah banyak memporak-porandakan perekonomian Indonesia yang dalam hal ini ditandai dengan kasus liquidasi 16 bank pada tanggal 1 november 1997. adapun penyebab utama hal itu terjadi yakni regulasi pemerintah yaitu tingginya suku bunga yang berimplikasi pada negative spread dan kredit macet yang tidak terbayarkan oleh para nasabah (NPL). Bertolak dari collapse-nya sebagian besar perbankan dan industri maka koprasi masih bisa bertahan.Ketika industri moderen bertumbangan saat dilanda krisis ekonomi tersebut, koperasi masih tetap bertahan dan masih mampu memberikan layanan ekonomi dan sosial kepada para anggotanya, sehingga mereka tetap mampu menjalankan roda ekonominya, baik aktivitas produksi maupun konsumsi. Kelembagaan koperasi selama periode 2002-2007 malahan mengalami perkembangan yang signifikan yaitu 6 persen, dengan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sebesar 5.98 persen atau bertambah kurang lebih 21 ribu orang dari sebelumnya 350 ribu orang. Tahun 2008, Pada periode ini, jumlah modal sendiri meningikat 54,6 % dari Rp. 11,98 triliun menjadi Rp. 21.9 triliun. Sedangkan volume usaha naik 60,5 % dari Rp. 37,65 triliun menjadi Rp. 62,25 triliun. Jumlah Koperasi Periode 2008 — Juni 2009, Perkembangan jumlah koperasi di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 7,22%; dari 154.964 unit menjadi 166.155 unit. Anggota Koperasi Dalam periode yang sama, keanggotaan koperasi aktif meningkat sebesar 2,32%; dari 27.318.619 orang menjadi 27.951.247 orang . Penyerapan Tenaga Kerja Sampai dengan Juni 2009 koperasi mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 343.370 orang; terdiri dari 30.166 manajer dan 313.204 karyawan. Jumlah tersebut menurun 3,82% dibandingkan tahun sebelumnya yang mampumenyerap tenaga kerja sebanyak 357.005 orang (30.562 manajer dan 326.443 karyawan). Hal ini membuktikan dengan prinsip dan manajemen yang baik koperasi merupakan salah satu rujukan yang harus dipertimbangkan dalam mobilitas ekonomi. Hal ini senada seperti yang diungkapkan Kementerian Negara Koperasi dan UMKM yang mencatat hingga 2006 sebanyak 27.7 juta orang di Indonesia adalah anggota koperasi. DAFTAR PUSTAKA Sitio Arifin dan Halomoan Tamba, 2001, Koperasi Teori dan Praktik, Jakarta, Erlangga Departemen pendidikan dan kebudayaan, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Puataka Diktat mata kuliah ekonomi pembangunan http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/peran-koperasi-bagi-perekonomian-indonesia-2/ Prasetiantono A Tony, 2005 Rambu-Rambu yang diabaikan, Jakarta, Kompas http://news.id.finroll.com/articles/lipsus/85131-____lipsus--koperasi-terbukti-tidak-serapuh-industri-modern---oleh-mulyana____.html http://www.puskowanjati.com/?p=463 Leflet_ koperasi_ 2009_06_08, http://www.puskowanjati.com
Tugas kelompok KOPERASI DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL EKONOMI (Di Buat Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Ekonomi Koperasi) Disusun oleh : Muhammad Sihab Ali 06.21.04.0106 Adhar Pardi sugianto Merta eka syaputra 06.21.04.0104 Hartanto Alpen yusuf FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 2009 BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN KOPERASI DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL EKONOMI 1. Pengertian Koperasi Koperasi menurut Moh. Hatta yang dijuluki sebagai bapak koperasi adalah “usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong. Semangat tolong menolong tersebut didorong oleh keinginan memberikan jasa kepada kawan berdasarkan seorang buat semua dan semua buat seorang”. Sedangkan definisi koperasi berdasarkan UU No. 25 Th 1992 koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hokum koperasi, dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan”. 2. Pengertian Sosial Pengertian social dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah “sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat”. Jadi segala sesuatu yang berkenaan dengan interaksi kegiatan masyarakat yang berkenaan dengan kepentingan bersama dalam kemasyarakatan adalah kegiatan social 3. Pengertian Pembangunan Pembangunan yang dalam bahasa inggris disebut development adalah proses naiknya pendapatan percapita dalam jangka waktu yang relatif lama dan berkelanjutan. Jadi perlu dibedakan antara pertumbuhan (growth) dengan pembangunan (development). Pembangunan adalah naiknya pertumbuhan dan perkembangan yang ditandai dengan naiknya GNP dan perubahan structural. Dari uraian definisi diatas dapat diambil benangn merah bahwa koperasi dalam pembangunan social ekonomi adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dan konsekuensinya kembali ke masyarakat dalam rangka mewujudkan keejahteraan bersama. 4. Kegiatan Usaha Untuk memahami koperasi sebagai badan usaha, maka proses dan dasar pembentukannya perlu dipelajari. Pada awalnya, koperasi dibentuk oleh beberapa orang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Oleh sebab itu, setiap usaha dari koperasi baik yang bersifat bisnis tunggal (single purpose coorperatives) ataupun yang bersifat serba usaha (multi purpose coorperatives) haarus dikaitkan dengan kepentingan atau pun kebutuhan ekonomi anggota. Hal itu dapat dipahami, karena perusahaan koperasi yang mereka miliki merupakan alat untuk mengurusi kepentingan ekonomi mereka. Prehatikan table dibawah ini, Sebagai pemilik SAMA seba- gai pem- akai Dari diagram status ganda anggota tersebut, dapat dilihat bahwa anggota-anggota koperasi secara individu ataupun rumaha tanggga mempunyai kebutuhan ekonomi yang sama dan hal itulah factor utama yang mendasari mereka untuk mendirikan perusahaan koperasi. 5. Hubungan pasar dengan koperasi a. hubungan produsen dengan pasar tanpa koperasi hubungan produsen dengan pasar tanpa koperasi dapat digambarkan sebagai berikut. Misalkan produsen (P) yang menghasilkan kakao akan menjual produksinya ke pasar (konsumen C). dalam hal ini produsen (P) dan konsumen C tidak terintegrasi atau tidak saling mengetahui dengan baik.oleh sebab itu, peran pedagang (T) adalah sangat strategis untuk menjembatani kepentingan ekonomi kedua belah pihak. Produsen barang/jasa pedagang konsumen Mekanisme pasar/ mekanisme pasar/ Adu kekuatan adu kekuatan Produsen P akan menjual produksinya ke pedagang T atau sebaliknya, pedagang T yang membeli dari produsen P. yang menarik untuk diamati disini adalah bahwa, hubungan P dan T diatur oleh mekanisme pasar. Hal yang sama juga terjadi pada pedagang T dengan konsumen C dimana interaksi yang terjadi sesame mereka diatur oleh mekanisme pasar. Dalam hal ini, T dan C terpisah satu sama lain. Jadi kedudukan P, T dan C terpisah satu sama lain sehingga masing-masing memiliki otonomi yang bebas dalam mengambil keputusan yang terbaik bagi diri mereka masing-masing. b. hubungan produsen anggota koperasi dengan pasaar menurut konsep koperasi, sekelompok orang baik itu sebagai produsen maupun konsumen yang mempunyai kepentingan ekonomi yang sama dapat membentuk perusahaan koperasi. Adanya persamaan kepentingan ekonomi ini membentuk hubungan khusus antara anggota koperasi dengan perusahaannya yang disebut koperasi. Produsen konsumen (C) P1,P2,P3 dst (pasar) Hubungan perikatan mekanisme pasar Dari gambar diatas memperlihatkan hubungan ekonomi yang terjadi menyangkut tiga pihak yakni :  Produsen (P1,P2,P3 dan seterusnya) yang juga anggota koperasi sebagai unit ekonomi.  Perusahaan koperasi yang menjual produksi anggota  Pasar (konsumen C) Sebenarnya produsen/anggota koperasi dapat berhubungan langsung kepasar untuk menjual produksinya, tapi karena pertimbangan efisiensi atau adanya keuntungan ekonomis dan non ekonomis yang lebih besar, mereka menyerahkan pemasarannya kepada koperasi. Dengan demikian, koperasi mengambil alih fungsi pemasaran atau penjualan yang semula dilakukan secara individual oleh produsen tersebut . selanjutnya koprasilah yang berinteraksi atau yang melakukan lobi ke pasar. Dalam pemasaran produk anggota,perusahaan koperasi dan anggotanya telah terikat dengan kesatuan organisasi koperasi. Ada hubungan keterikatan yang dibangun berdasarkan kebersamaan dan kekeluargaan dalam limgkungan anggota dalam lingkungan yang demokratis. Oleh sebab itu, dalam kasus diatas hubungan anggota dengan perusahaan koperasi tidak terpisah seecara mutlak seperti hubungan produsen P dan pedagang. Maka sebagai konsekuensi logis dari hubungan ini, maka keuntungan ekonomis yang diperoleh dari pemasaraan bersama melalui perusahaan koperasi tersebut akan jatuh langsung ke tangan anggota dan sebaliknya. 6. Koperasi Sebagai Soko Guru Pembangunan Sosial Perekonomian Indonesia Tujuan pembangunan ekonomi adalah untuk mencapai kemakmuran masyarakat. Ketentuan dasar dalam melaksanakan kegiatan ini diatur oleh UUD 1945 pasal 33 ayat 1 yang berbunyi, ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.” Dalam penjelasan pasal 33 UU 1945 ini dikatakan bahwa ”produksi di kerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.” Penjelasan pasal 33 UUD 1945 ini menempatkan kedudukan koperasi: • sebagai sokoguru perekonomian nasional, dan • sebagai bagian integral tata perekonomian nasional. Menurut Kamus Umum Lengkap karangan wojowasito (1982), arti dari sokoguru adalah “pilar atau tiang”. Jadi, makna dari istilah koperasi sebagai sokoguru perekonomian dapat diartikan koperasi sebagai pilar atau ”penyangga utama” atau ”tulang punggung” perekonomian. Dengan demikian koperasi diperankan dan difungsikan sebagai pilar utama dalam sistem perekonomian nasional. Ditinjau dari sisi badan usaha atau pelaku bisnis, ada 3 kelompok pelaku bisnis dalam system perekonomian nasional yaitu: 1) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 2) Badan Usaha Koperasi (BUK) 3) Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) Ketiga badan usaha ini dalam kehidupan sehari-hari sering disebut sebagai pelaku ekonomi. Dari ketiga pelaku ekonomi tersebut peran koperasi dalam segala kehidupan perekonomian nasional diharapkan dominan atau mejadi pilar utama, dalam hal pembentukan produk domestik bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, pemerataan ekonomi, ataupun pertumbuhan ekonomi. UUD 1945 Pasal 33 memandang koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional, yang kemudian semakin dipertegas dalam pasal 4 UU No. 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian. Menurut M. Hatta sebagai pelopor pasal 33 UUD 1945 tersebut, koperasi dijadikan sebagai sokoguru perekonomian nasional karena : • koperasi mendidik sikap self-helping • koperasi mempunyai sifat kemasyarakatan, dimana kepentingan masyarakat harus lebih diutamakan daripada kepentingan diri atau golongan sendiri • koperasi digali dan dikembangkan dari budaya asli bangsa Indonesia • koperasi menentang segala paham yang berbau individualisme dan kapitalisme Dalam era globalisasi ini. koperasi tetap dipandang sebagai sokoguru perekonomian nasional. Hal ini karena : 1 Asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa 2 Asas manfaat Watak ekonomi dan sosial yang melekat pada jati diri koperasi, memperjelas fakta bahwa nilai-nilai asas manfaat ini sangat melekat pada institusi koperasi Dalam koperasi, usaha-usah yang ditangani harus bermanfaat dan ditujukan demi peningkatan kesejahteraan anggotanya • Asas Demokrasi Pancasila • Asas Adil dan Merata • Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam perikehidupan • Asas Kesadaran Hukum • Asas Kemandirian • Asas Kejuangan • Asas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 7. Peran Koperasi dalam Pembangunan Social Ekonomi Indonesia Krisis yang terjadi pada dasawarsa 1997 telah banyak memporak-porandakan perekonomian Indonesia yang dalam hal ini ditandai dengan kasus liquidasi 16 bank pada tanggal 1 november 1997. adapun penyebab utama hal itu terjadi yakni regulasi pemerintah yaitu tingginya suku bunga yang berimplikasi pada negative spread dan kredit macet yang tidak terbayarkan oleh para nasabah (NPL). Bertolak dari collapse-nya sebagian besar perbankan dan industri maka koprasi masih bisa bertahan.Ketika industri moderen bertumbangan saat dilanda krisis ekonomi tersebut, koperasi masih tetap bertahan dan masih mampu memberikan layanan ekonomi dan sosial kepada para anggotanya, sehingga mereka tetap mampu menjalankan roda ekonominya, baik aktivitas produksi maupun konsumsi. Kelembagaan koperasi selama periode 2002-2007 malahan mengalami perkembangan yang signifikan yaitu 6 persen, dengan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sebesar 5.98 persen atau bertambah kurang lebih 21 ribu orang dari sebelumnya 350 ribu orang. Tahun 2008, Pada periode ini, jumlah modal sendiri meningikat 54,6 % dari Rp. 11,98 triliun menjadi Rp. 21.9 triliun. Sedangkan volume usaha naik 60,5 % dari Rp. 37,65 triliun menjadi Rp. 62,25 triliun. Jumlah Koperasi Periode 2008 — Juni 2009, Perkembangan jumlah koperasi di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 7,22%; dari 154.964 unit menjadi 166.155 unit. Anggota Koperasi Dalam periode yang sama, keanggotaan koperasi aktif meningkat sebesar 2,32%; dari 27.318.619 orang menjadi 27.951.247 orang . Penyerapan Tenaga Kerja Sampai dengan Juni 2009 koperasi mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 343.370 orang; terdiri dari 30.166 manajer dan 313.204 karyawan. Jumlah tersebut menurun 3,82% dibandingkan tahun sebelumnya yang mampumenyerap tenaga kerja sebanyak 357.005 orang (30.562 manajer dan 326.443 karyawan). Hal ini membuktikan dengan prinsip dan manajemen yang baik koperasi merupakan salah satu rujukan yang harus dipertimbangkan dalam mobilitas ekonomi. Hal ini senada seperti yang diungkapkan Kementerian Negara Koperasi dan UMKM yang mencatat hingga 2006 sebanyak 27.7 juta orang di Indonesia adalah anggota koperasi. DAFTAR PUSTAKA Sitio Arifin dan Halomoan Tamba, 2001, Koperasi Teori dan Praktik, Jakarta, Erlangga Departemen pendidikan dan kebudayaan, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Puataka Diktat mata kuliah ekonomi pembangunan http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/peran-koperasi-bagi-perekonomian-indonesia-2/ Prasetiantono A Tony, 2005 Rambu-Rambu yang diabaikan, Jakarta, Kompas http://news.id.finroll.com/articles/lipsus/85131-____lipsus--koperasi-terbukti-tidak-serapuh-industri-modern---oleh-mulyana____.html http://www.puskowanjati.com/?p=463 Leflet_ koperasi_ 2009_06_08, http://www.puskowanjati.com

bank syariah

PERBANKAN SYARI’AH A. DEFINISI PERBANKAN SYARI’AH Perbankan adalah suatu lembaga yang didirikan untuk mengelola keuangan agar memiliki nilai tambah. Sedangkan Syariah adalah agama atau hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad untuk mengatur kehidupan manusia. Perbedaan yang paling mendasar antara fiqih dan syariah adalah syariah itu berupa wahyu ilahy, sedangkan fiqih merupakan hasil ijtihad (tafsiran) manusia yang ditafsirkan dari wahyu ilahy, berdasarkan pemahamannya tentang dimensi praktis dalam syariah.( Adiwarman Karim, 2003) Perbankan Syari’ah adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dan lain lain), di mana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional. (http://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah ) Definisi di atas menunjukkan bahwa Bank Syari’ah adalah suatu lembaga yang didirikan untuk mengelola perekonomian umat dengan berdasarkan hokum-hukum Islam (al Qur’an dan al Hadits). B. SELAYANG PANDANG BERDIRINYA PERBANKAN SYARI’AH Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.(Muhammad Syafi’i A, 18 : 2001) Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syari’at Islam.(Ibid) Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam. (http://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah) Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk melaksanakan atau menunaikan ibadah haji. (http://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah) Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. [1].Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.(Muhammad, 21 : 2006) Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah. (Ibid) C. PRINSIP PERBANKAN SYARI’AH Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang tentunya harus sesuai dengan aturan-aturan syariah. (http://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah) Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain : • Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan. • Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana. • Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik. • Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi. (Muhammad, 18, 2006) • Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah. Pada dasarnya Bank Islam atau Bank Syari’ah didirikan dengan tujuan kemaslahatan. Untuk itu dalam melakukan transaksipun tentunya harus membawa dampak yang positif bagi kedua pihak (sama-sama merasa diuntungkan). Artinya transaksi yang dijalankan harus sesuai dengan aturan al Qur’an dan al Sunnah. D. PRODUK PERBANKAN SYARI’AH Kejelasan sistim yang digunakan oleh Perbankan untuk meyakinkan Nasabah adalah dengan adanya kejelasan dalam cara mengelola keuangan. Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain: Jasa untuk peminjam dana • Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan. • Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan • Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah. • Takaful (asuransi islam).( http://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah) Jasa untuk penyimpan dana • Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. • Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu. (http://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah) E. PENGHIMPUNAN DANA BANK SYARI’AH Selain investor asing, penghimpunan dana perbankan syariah dari dalam negeri akan didongkrak penerapan office-channeling yang didasari Peraturan BI Nomor 8/3/PBI/2006. Aturan ini memungkinkan cabang bank umum yang mempunyai unit usaha syariah melayani produk dan layanan syariah, khususnya pembukaan rekening, setor, dan tarik tunai. Sampai saat ini, office channeling baru digunakan BNI Syariah dan Permata Bank Syariah. Sejumlah 212 kantor cabang Bank Permata di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Surabaya sudah dapat melayani produk dan layanan syariah sejak awal Maret lalu. Sementara tahap awal office channeling BNI Syariah dimulai 21 April 2006 pada 29 kantor cabang utama BNI di wilayah Jabotabek. Ditargetkan 151 kantor cabang utama BNI di seluruh Indonesia akan menyusul. General Manager BNI Syariah Suhardi beberapa pekan lalu menjelaskan, untuk memudahkan masyarakat mengakses layanan syariah, diluncurkan pula BNI Syariah Card. Kartu ini memungkinkan nasabah syariah menggunakan seluruh delivery channel yang dipunyai BNI, seluruh ATM BNI, ATM Link, ATM Bersama, dan jaringan ATM Cirrus International di seluruh dunia. Hasil penelitian dan permodelan potensi serta preferensi masyarakat terhadap bank syariah yang dilakukan BI tahun lalu menunjukkan tingginya minat masyarakat terhadap perbankan syariah. Namun, sebagian besar responden mengeluhkan kualitas pelayanan, termasuk keterjangkauan jaringan yang rendah. Kelemahan inilah yang coba diatasi dengan office channeling. Dana terhimpun juga akan meningkat terkait rencana pemerintah menyimpan biaya ibadah haji pada perbankan syariah. Dengan kuota 200.000 calon jemaah haji, jika masing-masing calon jemaah haji menyimpan Rp 20 juta, akan terhimpun dana Rp 4 triliun yang hanya dititipkan ke bank syariah selama sekitar empat bulan. Dana haji yang terhimpun dalam jumlah besar dalam waktu relatif pendek akan mendorong munculnya instrumen investasi syariah. Dana terhimpun itu bahkan cukup menarik bagi pebisnis keuangan global untuk meluncurkan produk investasi syariah. Di sisi lain, suku bunga perbankan konvensional diperkirakan akan turun. Menurut Adiwarman, bagi hasil perbankan syariah yang saat ini berkisar 8-10 persen, membuat perbankan syariah cukup kompetitif terhadap bank konvensional. "Dengan selisih sekitar dua persen (dari tingkat bunga bank konvensional), orang masih tahan di bank syariah, tetapi lebih dari itu, iman bisa juga tergoda untuk pindah ke bank konvensional," kata Adiwarman menjelaskan pola perilaku nasabah yang tidak terlalu loyal syariah. Berdasarkan analisis BI, tren meningkatnya suku bunga pada triwulan ketiga tahun 2005 juga sempat membuat perbankan syariah menghadapi risiko pengalihan dana (dari bank syariah ke bank konvensional). Diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun dana nasabah dialihkan pada triwulan ketiga tahun lalu. Namun, kepercayaan deposan pada perbankan syariah terbukti dapat dipulihkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang mencapai Rp 2,2 triliun pada akhir tahun. Kenaikan akumulasi dana pihak ketiga perbankan syariah merupakan peluang, sekaligus tantangan, karena tanpa pengelolaan yang tepat justru masalah akan datang. Perbankan syariah sempat dituding "kurang gaul" dalam lingkungan pembiayaan karena sejumlah nasabah yang dianggap bermasalah pada bank konvensional justru memperoleh pembiayaan dari bank syariah. Akan tetapi, Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia Wahyu Dwi Agung meyakini, dengan sistem informasi biro kredit BI yang memuat data seluruh debitor, tudingan seperti itu tidak akan terjadi lagi. Posisi rasio pembiayaan yang bermasalah (non-performing financings) pada perbankan syariah tercatat naik dari 2,82 persen pada Desember 2005 menjadi 4,27 persen Maret lalu. Rasio ini dinilai masih terkendali. Kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses layanan perbankan syariah dan ketersediaan produk investasi syariah tidak akan optimal tanpa promosi dan edukasi yang memadai tentang lembaga keuangan syariah. Amat dibutuhkan pula jaminan produk yang ditawarkan patuh terhadap prinsip syariah. Peluang dan potensi perbankan syariah yang besar memang menuntut adanya kerja keras untuk mencapai suatu kemaslahatan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah)

akhlak

Marilah Berakhlak Yang Baik Artinya: “Sesungguhnya yang paling aku cintai diantara kalian dan yang paling dekat majelisnya dariku di hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya diantara kalian” (HR. Tirmidzi dan disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Jami’ As-shaghir) Pengertian Akhlak Akhlak berarti tabiat dan sifat. Akhlak merupakan potret batin manusia, yaitu cerminan iman dan kepribadiannya. Akhlak merupakan bukti nyata dari keimanan dan keislaman seseorang. Apabila seseorang berakhlak mulia (akhlâkqul karîmah) maka ia terbukti sebagai seorang mukmin yang baik. Sedangkan apabila seseorang berperangai yang buruk (akhlâqul mazmûmah) maka ia tidak pantas disebut seorang muslim yang baik. Jadi akhlak atau perangai seseorang dapat dijadikan alat ukur bagi kwalitas keimanan dan kamusliman seseorang. Cobalah kita lihat teladan yang mulia, Nabi Muhammad SAW, beliau orang yang paling sempurna Iman-nya sekligus sempurna akhlak-nya. Pendapat yang lain menyebutkan bahwa “al-khuluqu ‘âdatul irâdah” (akhlak adalah kehendak yang dibiasakan, atau kebiasaan yang dikehendaki). Dengan demikian akhlak merupakan tabiat yang dijadikan kebiasaan yang didasari atau dikehendaki oleh para pelakunya. Ada juga yang menyatakan “al-akhlâqu hiya shifâtul insânil adabiyyah” (akhlak adalah sifat manusia yang beradab). Artinya nilai moral manusia dapat dilihat dari akhlak atau perilakunya sehari-hari. Manusia yang baik adalah yang dapat bertingkah laku sesuai dengan adab-adab agama dan norma-norma kemasyarakatan. Konsep tentang akhlak ini lebih berorientasi pada tindakan atau biasa disebut sebagai "amal shalih". Apabila kita kita beramal shalih berarti kita berakhlak baik, sedangkan apabila kita senang berbuat buruk dan berbuat sia-sia maka kita termasuk orang yang berakhlak buruk. Hubungan Akhlak dan Agama Rasulullah SAW menegaskan: “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. Oleh karena itu, ketika ditanya apakah yang dimaksud ad-dîn (agama) itu?, Rasulullah SAW dengan tegas menjawab: “ad-dînu husnul khuluq” (agama itu adalah akhlak yang baik). Dari kedua hadist ini dapat kita tangkap bahwa agama Islam memiliki defenisi sebagai akhlak yang baik. Atau dengan kata lain agama Islam berisikan ajaran tentang prinsip-prinsip dan pedoman akhlak yang lengkap. Agar lebih mudah memahami konsep ajaran akhlak dalam Islam, Allah Ta'ala kemudian mengutus Nabi Muhammad SAW. Beliau dijadikan "prototipe" yang paling sempurna dalam hal mengamalkan akhlak islami.Allah Ta’ala berfirman: “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar memiliki akhlak yang agung” (QS. Al-Qalam: 4). Ibnu Abbas menjelaskan bahwa yang dimaksud “khuluqin ’azhîm” (akhlak yang agung) pada ayat ini adalah “Dienul Islam” (agama Islam). Jadi berdasarkan ayat ini jelas bahwa Islam adalah agama yang mengatur dan menjelaskan akhlak bagi umat manusia. Terdapat dalam Shahih Muslim bahwa Aisyah rah., ditanya tentang akhlak Nabi SAW., lalu beliau menjawab, “kâna khuluquhul qur’ân” (Sesungguhnya akhlaknya adalah Al-Qur’an). Segala perintah yang terdapat dalam al-Qur’an beliau laksanakan semuanya dan segala larangan yang terdapat dalam al-Qur’an beliau tinggalkan. Syaikh Salim Al-Hilali berkata, “Akhlak Nabi SAW adalah melaksanakan yang dicintai Allah dan diridhai-Nya dan menjauhi apa yang dibenci dan dimurkai-Nya dengan sukarela dan lapang dada”. Kesempurnaan Iman Rasulullah SAW bersabda: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya” (HR. Tirmidzi). Hubungan antara akhlak dan iman adalah bahwa akhlak merupakan bukti keimanan seseorang. Semakin baik akhlak seseorang maka menunjukkan semakin kuat imannya. Tidak seorang pun yang pantas mengaku telah beriman sedangkan akhlak atau perangainya buruk, misalnya berperilaku buruk terhadap orang tua, senang menyakiti istri, mengganggu tetangga, menjadi penyakit masyarakat dan malas menjalankan ibadah. Orang semacam ini sama sekali tidak mencerminkan sikap orang yang beriman. Akhlak yang baik adalah amal shalih. Rasulullah SAW bersabda: “tidak ada iman hanya dengan angan (atau omong belaka), tetapi iman adalah keyakinan yang terpatri di hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan” (HR. Ad-Dailamy). POTRET GENERASI MASA KINI Suatu ketika Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baiknya kalian adalah kurun-ku (generasi pada masa-ku), kemudian generasi yang berikutnya dan generasi yang berikutnya lagi" (H.R. Al-Bukhari, no. 2651, dan Muslim, no. 4603). Hadits ini secara umum memberikan dua gambaran bahwa, pertama, generasi Islam yang terbaik itu adalah di masa hidupnya Rasulullah SAW bersama para sahabatnya yang setia, kemudian diikuti oleh para Tâbi'în dan generasi pengikut para tabi'in (Atbâ'ut-Tâbi'în). Generasi inilah yang disebut dengan Salâfus-Shâlih, Salâful-Ummah, atau generasi yang utama (Mufadhdhil). Oleh karena itu, generasi inilah yang mesti kita jadikan teladan dan wajib kita jadikan rujukan dalam rangka menata kehidupan generasi Islam dewasa ini. Kedua, secara tidak langsung hadits ini "seolah-olah" memberi isyarat bahwa akan tiba masanya dimana generasi Islam yang lahir tidak lagi sebaik generasi awal (Salâfus-Shâlih). Atau mungkin hadits ini memberikan "lampu kuning" bahwa akan datang suatu masa dimana generasi Islam akan bertolak belakang dengan generasi Salâful-Ummah. Untuk lebih jelasnya mari kita simak Firman Allah Ta'ala berikut ini: "….dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, Maka mereka serta-merta tersungkur, bersujud dan menangis. Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui "Ghayyan" (kesesatan yang nyata)" (Q.S. Maryam: 58-59). Setelah sebelumnya Allah Ta'ala menggambarkan generasi yang shalih yakni generasi yang menyatu jiwa dan raganya untuk taat kepada Allah. Ketika disampaikan ayat-ayat-Nya kepada mereka, maka seketika itu pula hati mereka bergetar seraya bersujud tunduk kepada Allah Ta'ala. Kemudian Allah Ta'ala mengalamatkan bahwa akan datangnya generasi yang jelek setelah itu. Generasi yang jelek ini ditandai dengan dua ciri pokok, yakni (1) Mereka menyia-nyiakan shalat (adhâ'us-shalâh) dan (2) Memperturutkan hawa nafsunya (ittaba'usy-syahawât). Menurut Ibnu Mas'ud ra., yang dimaksud menyia-nyiakan shalat adalah "menyia-nyiakan waktu shalat". Dari menyia-nyiakan waktu shalat ini kemudian akan meninggalkan shalat sama sekali. Selanjutnya Ibnu Mas'ud berkata: "Kalian (para sahabat) sedang berada pada zaman dimana hawa nafsu tunduk kepada kebenaran. Namun akan datang sesudah zaman ini dimana kebenaran akan tunduk kepada hawa nafsu, maka dari itu kita berlindung dari datangnya zaman tersebut (na'ûdzubillâhi min dzâlikaz-zamân)" (Tafsîr Al-Qurthûbî). Kaitannya dengan "memperturutkan hawa nafsu", Mujahid mengungkapkan, "Bahwa menjelang akhir zaman kelak, orang-orang shalih dari ummat Muhammad menjadi langka dan orang-orang lebih mengedepankan hawa nafsunya. Kerjaan mereka berkerumun di al-azqah (gang-gang atau pojok-pojok jalan)". Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir bahwa Mujahid berkata: "Mereka mengumbar syahwat di jalan-jalan seperti binatang dan keledai. Mereka tidak takut kepada Allah dan tidak malu dengan sesama manusia" (Tafsîr Ibnu Katsîr, Juz 5, hlm. 183). Ketahuilah kelak bahwa mereka akan menemui kesesatan yang nyata (Ghayyan). Ibnu Mas'ud ra., menjelaskan bahwa "ghayyan" adalah lembah di neraka jahannam yang dasarnya sangat dalam dan berbau busuk. Potret Generasi Masa Kini Kepada para pembaca berikut segenap saudara kami kaum muslimin, kami mengajak mari kita jadikan ayat diatas sebagai "lensa" untuk memotret bagaimana keadaan generasi kita pada masa kini. Apakah generasi kita masih sebaik generasi Salâful-Ummah?; atau setidaknya kita masih berupaya untuk tetap meniti jejak-jejak mereka?; atau sebaliknya generasi kita telah terpuruk pada generasi yang jelek seperti gambaran diatas?. Wallâhu a'lam, kami tidak berani memvonis, tetapi marilah kita mawas diri, merenung dan merefleksi secara jujur bagaimana sesungguhnya keadaan dan fenomena generasi kita saat ini. Dalam pemandangan keseharian secara kasat mata kita dapat menyaksikan fenomena masyarakat yang hanya disibukkan dengan urusan dunia dan tenggelam dengan hiburan. Mereka melalaikan shalat dan menganggapnya sebagai hal yang tidak begitu penting. Lebih parah lagi lahir generasi muda yang telah kehilangan identitas keislamannya sebagai akibat dari proses modernisasi. Generasi muda yang malas beribadah dan yang dicari hanya hiburan, senangnya nongkrong di prapatan, di pinggir-pinggir jalan, nonton film dan menyesaki tempat-tempat konser. Benak mereka dipenuhi oleh khayalan, pacaran dan hiburan. Kemudian lahirlah genersi yang cengeng, pemalas dan memperturutkan hawa nafsu. Mereka rela berkorban apapun untuk memburu hiburan. Jiwanya telah kecanduan dan ketergantungan pada hiburan, sehingga akibatnya tidak bisa lagi diajak berfikir serius, tidak bisa diajak merenung dan berfikir mendalam. Akhirnya -malang tak dapat ditolak- telah tiba generasi yang jelek yang memperturutkan hawa nafsunya. Seperti beberapa berita atau informasi yang telah dilansir diberbagai media belakangan ini, dikabarkan bahwa: (a) Indonesia menduduki peringkat ke-7 di dunia sebagai negara yang paling banyak mengakses situs porno di Internet, yang mayoritas penikmatnya adalah kalangan remaja; (b) Indonesia menduduki peringkat ke-2 di dunia tempat yang paling subur beredarnya media-media porno setelah Amerika Serikat; (c) Laporan pada media nasional dinyatakan bahwa hingga 80 % Pelajar dan Mahasiswa di Jogjakarta telah berinterksi dengan narkoba dan hingga 90 %-nya telah terjebak dalam seks bebas; (d) Sebelumnya juga dilaporkan di media lokal bahwa hingga 35 % remaja Lampung sudah berkenalan dengan aktivitas seks bebas, mulai dari ciuman dan seterusnya; (e) Telah terjadi akselerasi (percepatan) pendewasaan seksual pada anak-anak, sebagai dampak dari berbagai totonan, hiburan dan bacaan yang menampilkan porno-aksi dan pornografi. Sehingganya kendatipun masih kanak-kanak mereka sudah belajar melampiaskan hasrat seksualnya. (na'ûdzubillâhi min dzâlik). Untuk itu, mari kita perbaiki kehidupan ini dengan mengarahkan anak-anak kita ke jalan yang benar yang sesuai dg bimbingan agama yang lurus karena generasi muda adalah generasi harapan bangsa. Apa jadinya jika para pemuda ahlaknya menjadi bobrok karena pergaulan yang tidak benar??? Mari saudaraku....mulai dari keluarga tercinta kita,jangan takut, Allah tidak akan menyia-nyiakan orang-orang yang benar-benar percaya dan meyakininya dan InsyaAllah akan di cukupi kebutuhanya di dunia ini. ”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi...(QS AL- A’RAF 7: 96) Saudaraku...semua belum terlanjur, tiada yang terlambat selama ruh ini masih berada di dalam jasad. Kadang manusia sering lupa Dengan kealpaan dia merasa Jatuh tersungkur dalam deraian air mata ketakutan Kepada Allah, dan ada yang menertawai Allah Tiada tau krn kejahilan, tau dan tidak mau tau, gembiralakanlah bagi orang yang sombong dan tiada penolong dengan azab yang pedih bahagia yang kekal bagi orang yang beriman serta beramal sholeh dan bisa menerima kebenaran dan mengakui adanya pahala dan ganjaran yang diberikan reference by : (forum silautarahim takmir masjid) forsitam

masalah zakat dan utang

Writter by M.Sihab Ali, S.Ei Masalah zakat dan utang Apakah orang yang menghutangkan hartanya yang telah memenuhi nisab tetap wajib mengeluarkan zakatnya?? Apakah sebaliknya, ia tergugur dari kewajiban membayar zakaatnya? Yupz…friend..let’s commond..let see, kutipan di bawah ini. Eits tapi sebelum kita mengupas tentang zakat kita bahas sebentar tentang utang. Utang dapat dibedakan menjadi 2 yakni utang yang digunakan untuk konsumsi dan utang yang digunakan untuk permodalan (bhs kerennya ya investasi bro). biasanya utang yang bersifat konsumsi ini dialami oleh orang-orang yang sedang menghadapai kesulitan dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya/pokoknya. karena itu kriteria orang seperti ini tidak wajib mengeluarkan zakat. Lain halnya dengan orang yang berutang untuk kepentingan investasi. Orang seperti ini biasanya bukan karena tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya melainkan untuk penambahan modal nya untuk usaha. Orang seperti ini tetap wajib mengeluarkan zakatnya jika hartanya sebelum berutang telah mencapai nisab dan setelah berutang tidak mengalami kesulitan oleh hutang tsb. Sekarang masalahnya yang menghutangkan sobat reader. Apakah mereka juga wajib mengeluarkan zakat atawa tidak ycc…? Kita lihat ja pendapat2 ulama di bawah ini  Zakat terhadap harta yang diutangkan kepada orang yang kaya Apabila orang meminjamkan hartanya kpd orang yang kaya, maka ia orang yang berpiutang tetap wajib mengeluarkan zakatnya. 1. menurut as-Syafi’I bahwa wajib dizakati piutang itu pada setiap tahun walaupun ia belum menerimanya, karena ia kuasa mengambilnya. 2. Abu Hanifah dan Ahmad berpendapat bahwa ia wajib mengeluarkan zakatnya setelah di bayar lunas oleh orang yang berhutang untuk tahun-tahun yang telah lalu 3. Imam Malik berpendapat bahwa terhadap piutang itu wajib dikeluarkan zakatnya hanya untuk setahun saja. Jadi walaupun piutang itu beberapa tahun berada di tangan yang berhutang maka zakatnya wajib dikeluarkan setahun saja, yaitu pada tahun saat ia menerima pembayaran (pengembalian)piutang tersebut. Naah, itu pendapat para ulama sahabat reader, tinggal kita mau milih yang mana, yang penting jangan ada niatan tuk menghindari zakat jika telah mampu (meg-hellah-red) contohnya, ia udah masuk kreteria muzakki nih, eh waktu mau masuk batas haul (satu tahun) malah diutangkan hartanya kepada orang lain biar kagak mengeluarkan zakatnya.he..he.., berati itu orang pelit…. Nah sekarang jika diutangkan ke orang miskin gimana ya...? Mengeai hal ini sahabat reader, terjadi perbedaan pendapat oleh para ulama. Yuk kita lihat kok bisa berbeda.. 1. Qotabah, Abu Tsaur, dan Ishaq berpendapat bahwa ia tidak wajib untuk mengeluarkan zakatnya, karena ia tak dapat mengambil manfaatya. 2. Ats-Tsaury, dan Abu Ubaid berpendapat bahwa ia wajib mengelurkan zkatnya setelah menerima pelunasan hutang itu untuk tahun-tahun yang lalu. Pendapat ini senada dengan Abu Hanifah dan ulama-ulama iraq 3. Imam malik berpandangan bahwa (orang yang mengutangkan) wajib mengeluarkan zakatnya hanya untuk setahun saja yaitu setlah menerima pelunasan hutang tsb 4. As-Syafi’i dalam salah satu riwayat sesuai dengan pendapat Abu Tsaur, dan dalam salah satu riwayat yang lain sependapat dengan Abu Ubaid. Pendapat ini diterima oleh Ahmad. Adapaun riwayat yang di riwayat kan oleh Abu ’Ubaid dari Ali bin Abi Thalib r.a. yang artinya. ” terhadap hutang yang disangka kuat akan diperoleh kembali jika hal itu benar, hendaklah ia di keluarkan zakat apabila ia telah menerimanya untuk tahun-tahun yang telah lalu”. Itu lah tadi pembahasan sedikit tentag zakat shahabat reader. Sebenarnya masih banyak lagi ilmu yang perlu digalih untuk kemaslhatan umat. Semoga kita menjadi generasi muda yang dapt mengaplikasikan ajaran Islam dengan kaffah yang dibingkai dengan akhlakul karimah yaitu akhlak yang mulia yang sesuai dengan fitrah manusia sehingga akan membawa kebahagian dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bisshawab Pemuda adalah harapan bangsa Sandarkan diri pada Allah Pasti kamu tidak akan jatuh.. Karena Dia yang mengangkat dan menjatuhkan Berharaplah akan pertolongan dan petunjuk-Nya, Ia mendengarkan mu.. Mari kita warnai hidup ini dengan senyum Salam dan sapa.

masalah zakat dan utang

Writter by M.Sihab Ali, S.Ei Masalah zakat dan utang Apakah orang yang menghutangkan hartanya yang telah memenuhi nisab tetap wajib mengeluarkan zakatnya?? Apakah sebaliknya, ia tergugur dari kewajiban membayar zakaatnya? Yupz…friend..let’s commond..let see, kutipan di bawah ini. Eits tapi sebelum kita mengupas tentang zakat kita bahas sebentar tentang utang. Utang dapat dibedakan menjadi 2 yakni utang yang digunakan untuk konsumsi dan utang yang digunakan untuk permodalan (bhs kerennya ya investasi bro). biasanya utang yang bersifat konsumsi ini dialami oleh orang-orang yang sedang menghadapai kesulitan dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya/pokoknya. karena itu kriteria orang seperti ini tidak wajib mengeluarkan zakat. Lain halnya dengan orang yang berutang untuk kepentingan investasi. Orang seperti ini biasanya bukan karena tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya melainkan untuk penambahan modal nya untuk usaha. Orang seperti ini tetap wajib mengeluarkan zakatnya jika hartanya sebelum berutang telah mencapai nisab dan setelah berutang tidak mengalami kesulitan oleh hutang tsb. Sekarang masalahnya yang menghutangkan sobat reader. Apakah mereka juga wajib mengeluarkan zakat atawa tidak ycc…? Kita lihat ja pendapat2 ulama di bawah ini  Zakat terhadap harta yang diutangkan kepada orang yang kaya Apabila orang meminjamkan hartanya kpd orang yang kaya, maka ia orang yang berpiutang tetap wajib mengeluarkan zakatnya. 1. menurut as-Syafi’I bahwa wajib dizakati piutang itu pada setiap tahun walaupun ia belum menerimanya, karena ia kuasa mengambilnya. 2. Abu Hanifah dan Ahmad berpendapat bahwa ia wajib mengeluarkan zakatnya setelah di bayar lunas oleh orang yang berhutang untuk tahun-tahun yang telah lalu 3. Imam Malik berpendapat bahwa terhadap piutang itu wajib dikeluarkan zakatnya hanya untuk setahun saja. Jadi walaupun piutang itu beberapa tahun berada di tangan yang berhutang maka zakatnya wajib dikeluarkan setahun saja, yaitu pada tahun saat ia menerima pembayaran (pengembalian)piutang tersebut. Naah, itu pendapat para ulama sahabat reader, tinggal kita mau milih yang mana, yang penting jangan ada niatan tuk menghindari zakat jika telah mampu (meg-hellah-red) contohnya, ia udah masuk kreteria muzakki nih, eh waktu mau masuk batas haul (satu tahun) malah diutangkan hartanya kepada orang lain biar kagak mengeluarkan zakatnya.he..he.., berati itu orang pelit…. Nah sekarang jika diutangkan ke orang miskin gimana ya...? Mengeai hal ini sahabat reader, terjadi perbedaan pendapat oleh para ulama. Yuk kita lihat kok bisa berbeda.. 1. Qotabah, Abu Tsaur, dan Ishaq berpendapat bahwa ia tidak wajib untuk mengeluarkan zakatnya, karena ia tak dapat mengambil manfaatya. 2. Ats-Tsaury, dan Abu Ubaid berpendapat bahwa ia wajib mengelurkan zkatnya setelah menerima pelunasan hutang itu untuk tahun-tahun yang lalu. Pendapat ini senada dengan Abu Hanifah dan ulama-ulama iraq 3. Imam malik berpandangan bahwa (orang yang mengutangkan) wajib mengeluarkan zakatnya hanya untuk setahun saja yaitu setlah menerima pelunasan hutang tsb 4. As-Syafi’i dalam salah satu riwayat sesuai dengan pendapat Abu Tsaur, dan dalam salah satu riwayat yang lain sependapat dengan Abu Ubaid. Pendapat ini diterima oleh Ahmad. Adapaun riwayat yang di riwayat kan oleh Abu ’Ubaid dari Ali bin Abi Thalib r.a. yang artinya. ” terhadap hutang yang disangka kuat akan diperoleh kembali jika hal itu benar, hendaklah ia di keluarkan zakat apabila ia telah menerimanya untuk tahun-tahun yang telah lalu”. Itu lah tadi pembahasan sedikit tentag zakat shahabat reader. Sebenarnya masih banyak lagi ilmu yang perlu digalih untuk kemaslhatan umat. Semoga kita menjadi generasi muda yang dapt mengaplikasikan ajaran Islam dengan kaffah yang dibingkai dengan akhlakul karimah yaitu akhlak yang mulia yang sesuai dengan fitrah manusia sehingga akan membawa kebahagian dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bisshawab Pemuda adalah harapan bangsa Sandarkan diri pada Allah Pasti kamu tidak akan jatuh.. Karena Dia yang mengangkat dan menjatuhkan Berharaplah akan pertolongan dan petunjuk-Nya, Ia mendengarkan mu.. Mari kita warnai hidup ini dengan senyum Salam dan sapa.

masalah zakat dan utang

Writter by M.Sihab Ali, S.Ei Masalah zakat dan utang Apakah orang yang menghutangkan hartanya yang telah memenuhi nisab tetap wajib mengeluarkan zakatnya?? Apakah sebaliknya, ia tergugur dari kewajiban membayar zakaatnya? Yupz…friend..let’s commond..let see, kutipan di bawah ini. Eits tapi sebelum kita mengupas tentang zakat kita bahas sebentar tentang utang. Utang dapat dibedakan menjadi 2 yakni utang yang digunakan untuk konsumsi dan utang yang digunakan untuk permodalan (bhs kerennya ya investasi bro). biasanya utang yang bersifat konsumsi ini dialami oleh orang-orang yang sedang menghadapai kesulitan dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya/pokoknya. karena itu kriteria orang seperti ini tidak wajib mengeluarkan zakat. Lain halnya dengan orang yang berutang untuk kepentingan investasi. Orang seperti ini biasanya bukan karena tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya melainkan untuk penambahan modal nya untuk usaha. Orang seperti ini tetap wajib mengeluarkan zakatnya jika hartanya sebelum berutang telah mencapai nisab dan setelah berutang tidak mengalami kesulitan oleh hutang tsb. Sekarang masalahnya yang menghutangkan sobat reader. Apakah mereka juga wajib mengeluarkan zakat atawa tidak ycc…? Kita lihat ja pendapat2 ulama di bawah ini  Zakat terhadap harta yang diutangkan kepada orang yang kaya Apabila orang meminjamkan hartanya kpd orang yang kaya, maka ia orang yang berpiutang tetap wajib mengeluarkan zakatnya. 1. menurut as-Syafi’I bahwa wajib dizakati piutang itu pada setiap tahun walaupun ia belum menerimanya, karena ia kuasa mengambilnya. 2. Abu Hanifah dan Ahmad berpendapat bahwa ia wajib mengeluarkan zakatnya setelah di bayar lunas oleh orang yang berhutang untuk tahun-tahun yang telah lalu 3. Imam Malik berpendapat bahwa terhadap piutang itu wajib dikeluarkan zakatnya hanya untuk setahun saja. Jadi walaupun piutang itu beberapa tahun berada di tangan yang berhutang maka zakatnya wajib dikeluarkan setahun saja, yaitu pada tahun saat ia menerima pembayaran (pengembalian)piutang tersebut. Naah, itu pendapat para ulama sahabat reader, tinggal kita mau milih yang mana, yang penting jangan ada niatan tuk menghindari zakat jika telah mampu (meg-hellah-red) contohnya, ia udah masuk kreteria muzakki nih, eh waktu mau masuk batas haul (satu tahun) malah diutangkan hartanya kepada orang lain biar kagak mengeluarkan zakatnya.he..he.., berati itu orang pelit…. Nah sekarang jika diutangkan ke orang miskin gimana ya...? Mengeai hal ini sahabat reader, terjadi perbedaan pendapat oleh para ulama. Yuk kita lihat kok bisa berbeda.. 1. Qotabah, Abu Tsaur, dan Ishaq berpendapat bahwa ia tidak wajib untuk mengeluarkan zakatnya, karena ia tak dapat mengambil manfaatya. 2. Ats-Tsaury, dan Abu Ubaid berpendapat bahwa ia wajib mengelurkan zkatnya setelah menerima pelunasan hutang itu untuk tahun-tahun yang lalu. Pendapat ini senada dengan Abu Hanifah dan ulama-ulama iraq 3. Imam malik berpandangan bahwa (orang yang mengutangkan) wajib mengeluarkan zakatnya hanya untuk setahun saja yaitu setlah menerima pelunasan hutang tsb 4. As-Syafi’i dalam salah satu riwayat sesuai dengan pendapat Abu Tsaur, dan dalam salah satu riwayat yang lain sependapat dengan Abu Ubaid. Pendapat ini diterima oleh Ahmad. Adapaun riwayat yang di riwayat kan oleh Abu ’Ubaid dari Ali bin Abi Thalib r.a. yang artinya. ” terhadap hutang yang disangka kuat akan diperoleh kembali jika hal itu benar, hendaklah ia di keluarkan zakat apabila ia telah menerimanya untuk tahun-tahun yang telah lalu”. Itu lah tadi pembahasan sedikit tentag zakat shahabat reader. Sebenarnya masih banyak lagi ilmu yang perlu digalih untuk kemaslhatan umat. Semoga kita menjadi generasi muda yang dapt mengaplikasikan ajaran Islam dengan kaffah yang dibingkai dengan akhlakul karimah yaitu akhlak yang mulia yang sesuai dengan fitrah manusia sehingga akan membawa kebahagian dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bisshawab Pemuda adalah harapan bangsa Sandarkan diri pada Allah Pasti kamu tidak akan jatuh.. Karena Dia yang mengangkat dan menjatuhkan Berharaplah akan pertolongan dan petunjuk-Nya, Ia mendengarkan mu.. Mari kita warnai hidup ini dengan senyum Salam dan sapa.

keluarga yang sakinah

Al-baitiy jannatiy (rumahku adalah syurga bagiku) Menjadi sebuah keluarga yang bahagia bukanlah semudah membalikan telapak tangan, siapapun bisa melakukannya karena semua aktivitas dalam kehidupan ini memerlukan ilmu, mau memasak ada tata urutan dan ada ilmu nya, mau menghidupkan computer dan mematikannya juga membutuhkan ilmu. Begitu juga dalm membentuk sebuah keluarga yang bahagia. Begitu pula mengubah prilaku tidak cukup hanya dengan contoh akan tetapi kita juga harus mau mendidik, melatih, dan membina secara sistematis, berkesinambungan, dan terus menerus. Seorang pemimpin haruslah punya kesabaran dalam mendidik, membimbing, melatih, dan membina yang dipimpinnya dengan penuh kasih sayang. Bahkan dia harus memiliki kesabaran pangkat tiga. Sabar, sabar, dan sabar. Sungguh, proses itu adalah bagian dari perubahan, pepatah mengatakan ‘ala bisa karena biasa’. Karenanya, daripada membeli barang-barang di rumah yang mahal-mahal dan tidak terlalu diperlukan, lebih baik uangnya digunakan untuk mendidik anak, melatih anak ita supaya mampu hidup lebih baik. Sebuah illustrasi, suatu waktu ada sebuah keluarga sederhana yang sungguh sangat mengesankan. Di rumahnya tidak banyak barang berharga, tidak ada barang mewah, tapi semua anak-anaknya ternyata bisa menyelesaikan kuliah S-1, S-2, bahkan S-3 dengan baik. Akhlaknya juga bagus. Ketika ditanya, "Saya lihat penghasilan Bapak lebih dari cukup, tapi kenapa keluarga Bapak nampak begitu sederhana?". Si Bapak ini menjawab terus terang, "Penghasilan yang saya dapat selama ini saya kumpulkan supaya anak-anak saya bisa belajar terus menerus, bisa berlatih terus menerus dan bisa terdidik terus menerus. Prioritas keluarga kami bukan membeli barang-barang yang bagus. Yang terpenting adalah bagaimana agar anak-anak kami punya kesempatan untuk terus melatih diri." Subhanallaah,,sebuah keluarga yang bisa memanaj dan melatih setiap karunia dengan proporsional sehingga mampu menatap ke depan masa depan anak anak nya dari pada mementingkan materi belaka. Bukanya tidak boleh memiliki barang yang indah dan mahal, tapi sebaiknya di timbang-timbang dengan matang sebelum membeli, apakah benda ini dibutuhkan? Apakah barang ini akan memberikan kemashlahatan kepada keluarga saya? Atau hanya akan menyiksa bathin saya?atau akan membuat saya riya yang akan berdampak kepada ujub,sombong? Na’udzu billah. Keluarga yang bahagia adalah keinginan setiap manusia yang merupakan fitrah dari pancaran sifat Allah yang maha pengasih dan penyayang, beruntung bagi orang yang setiap diri memiliki keinginan dan berupaya sekuat mungkin untuk memperbaiki dan mengevaluasi diri untuk kebaikan esok hari. Membina keluarga yang sakinah ada yang mengatakan harus dimulai dari proses pencarian jodoh itu sendiri sebagai mana diperintahkan oleh baginda Nabi Muhammad saw agar dalam memilih jodoh. ditekankan Oleh Baginda Nabi Muhammad saw agar menikahi perempuan karena Agama nya. Kita dapat saksikan banyak orang menikah hanya karena kecantikanya semata dan mengabaikan agama/akhlaknya dikecewakan. Sembari mendidik dan melatih, maka semestinya kita buat pula aturan atau sistem. Buatlah aturan di rumah kita, di kantor kita, di organisasi kita, atau dimana pun agar orang lain bisa terbantu untuk berubah sesuai yang diinginkan. Suatu sistem akan segera hancur berantakan jika tidak memiliki aturan main. Jalan raya yang tanpa aturan, akan kacau balau, macet dimana-mana. Setiap orang berebutan, saling mendahului, dan berhenti dimana saja. Tanpa aturan, semua berantakan. Karenanya semua harus ada aturannya. Begitu pun rumah tangga yang tidak memiliki aturan main yang benar, yakin sekali rumah tangga yang semacam ini akan segera hancur. Anak tidak dididik agama secara serius, ibadah dibiarkan semaunya, dan tidak diberi contoh yang benar oleh orang tuanya. Saat-saat bersama di rumah tidak ada aturannya. Tidak punya aturan yang real bagaimana mendidik anak menjadi lebih baik. Karenanya rumah tangga yang tidak punya komitmen untuk sebuah aturan bahkan lagi tidak tahu aturan, akan cenderung saling menyakiti, saling melukai, dan saling menghancurkan. Tegakkanlah aturan yang adil, yang dibuat atas kesepakatan bersama. Lingkungan kerja kita harus merupakan sistem yang kondusif yang dapat membantu orang berubah menjadi lebih baik. Haruslah terjadwal jam berapa baca Al Qur’an, jam berapa bersama memecahkan masalah, jam berapa bertukar pikiran, jam berapa harus bersilaturahmi, jam berapa harus bercengkerama, dan lain sebagainya. Kita harus membuat aturan yang jelas. Yakinlah bahwa rumah tangga yang tidak punya aturan, tidak punya sistem yang bagus, lambat laun akan berantakan dan menderita. Semua perubahan ini akan berarti lagi jika didukung oleh kekuatan ruhiyah, yaitu do’a. Dan ternyata orang bisa berubah dengan kekuatan do’a. Ingatlah bahwa do’a adalah pengubah takdir. Banyak hal yang tidak bisa dilakukan dengan kekuatan fisik, tapi yakinlah bahwa Allah SWT Maha Menguasai, Maha Pembolak-balik hati setiap makhluk-Nya. Karenanya, luar biasa sekali kekuatan do’a ini. Betapa tidak? Rumah tangga yang tidak tegak ibadahnya, rumah tangga yang jauh dari agama, rumah tangga yang tidak menambah ilmu dengan baik, akan segera dipusingkan oleh bergelombanngya masalah yang datang. Sama saja dengan perusahaan yang karyawannya jarang shalat, aturan tidak ditaati, pimpinan tidak memberi contoh yang baik, bersiap-siaplah untuk segera bangkrut. Kondisi negara kita saat ini pun demikian, kehilangan contoh suri tauladan, pendidikan SDM-nya tidak jelas mau dibawa kemana, sistemnya juga berantakan, dan sebagian lagi, ibadahnya juga semrawut. Jangan heran jika yang kita dapati adalah derita demi derita, kehinaan demi kehinaan, naudzubillaah. Karena itu, kekuatan ibadah, kekuatan do’a, kekuatan munajat harus menjadi tulang punggung, menjadi senjata untuk mengubah anak-anak juga teman-teman kita menuju arah kebaikan. Tegakkanlah di rumah tangga kita aturan dengan baik, panjatkan pula do’a secara terus menerus, melimpah dari lisan kita. Bantu agar orang lain menjadi lebih baik. Buat aturan yang benar, kondusif, dan pastikan diri kita jadi contoh. Mudah-mudahan hidup yang cuma sekali-kalinya ini bisa bermamfaat dengan mengubah orang lain menuju kebaikan. Rasulullah SAW itu meskipun sedikit bicaranya, tapi jadi monumental sampai sekarang dalam bentuk hadits. Hal ini terjadi karena pribadinya sungguh luar biasa. Bermilyar kata terungkap dari pribadinya. Ketulusan beliau dalam mengajak orang lain berbuat lebih baik, membuat pribadi dan kata-katanya tersimpan di hati orang lain. Ingat baik-baik, hati hanya bisa disentuh oleh hati lagi. Emosional dalam memberi contoh, emosional dalam mendidik, emosional dalam membuat aturan, emosional dalam bersikap, tidak akan masuk ke hati orang lain, bahkan justru akan membuat hati mereka terluka. Seharusnya diri pribadi kita ini terus menerus melimpah pancaran bagai mata air, menggelegak kasih sayang kita kepada orang lain. Setiap melihat orang yang berlumur dosa, ada keinginan di hati kita agar orang tersebut bisa bertaubat. Melihat orang yang tersesat di jalan Allah, ada keinginan hati ini agar orang tersebut dapat tuntunan supaya selamat dunia dan akhiratnya. Melihat orang yang nakal, ingin hati ini agar dia menjadi shaleh. Jangan pernah hidup dalam kebencian dan kedendaman. Kebencian dan kedendaman dalam mebuat contoh, aturan, nasihat, dan pelatihan yang dilakukan, tidak akan berarti apapun. Sistem pelatihan yang penuh kemarahan semacam Ospek, tidak akan berhasil dengan baik kalau para mentornya, para panitianya melakukan segala bentuk kegiatannya dengan penuh kemarahan, angkara murka, tidak jadi suri tauladan yang baik. Apa yang diharapkan oleh mahasiswa baru dari para kakak kelasnya kalau mereka berperilaku semacam itu? Tidak ada perubahan kecuali dengan hati yang tulus, suri tauladan yang nyata. Mudah-mudahan kita semua dapat mengevaluasi diri masing-masing. Hidup cuma sekali, kenangan terindah bagi anak-anak kita adalah kepribadian ayah ibunya yang benar-benar mulia. Kenangan terindah bagi masyarakat di sekitar kita adalah kearifan diri kita. Jangan sampai orang sibuk membicarakan contoh keburukan pribadi kita, naudzubillaah. Dikutib dari ceramah-ceramah K.H Abdullah Gymnastiyar.. Semoga bermanfaat

kebijakan pembangunan regional

Pembangunan merupakan interaksi dari seluruh faktor yang ada dalam masyarakat –baik faktor ekonomi dan faktor non ekonomi atau faktor manusia atau non manusia-. Membangun suatu bangsa yang modern harus didukung oleh ketersediaanya faktor-faktor produksi yang mampu memberikan andil yang besar dalam pembangunan suatu wilayah atau bangsa. Dalam hal ini sumberdaya merupakan aspek yang terpenting yang mampu memberikan kebijakan-kebijakan yang mampu merubah perdaban. Dalam hal ini aspek faktor-faktor seperti modal, sumber daya alam, bantuan luar negeri, perdagangan international dan lain-lain memegang peranan yang amat penting, akan tetapi peranan sumberdaya manusialah yang paling terpenting, seperti ditegaskan oleh frederick Harbison, dan Charles Myers dan salah satu pelopor yang menyatakan sumberdaya manusia adalah penyokong pembangunan adalah theodore schultz. Maka untuk itu, semua faktor harus berkolaborasi dan diharapkan dapat seimbang sehingga akan menciptakan keberhasilan dalam menentukan kebijakan-kebijakan regional yang akan berimplikasi pada menurunya tingkat kemiskinan. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas, maka rumusan yang kami angkat dalam makalah kami adalah Bagaimana bentuk-bentuk kebijakan ekonomi regional dan seberapa jauh memberikan dampak yang positif bagi daerah bersangkutan? BAB II PEMBAHASAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN REGIONAL 2.1 Perlunya Kebijakan Pembangunan Regional Kebijakan pembangunan pada dasarnya adalah merupakan keputusan atau tindakan yang ditetapkan oleh pejabat pemerintahan yang berwenang atau pengambil keputusan publik guna mewujudkan suatu kondisi pembangunan atau masyarakat yang diinginkan, baik pada saat sekarang maupun untuk periode tertentu dimasa yang mendatang. Sasaran akhir dari kebijakan pembangunan ini adalah untuk dapat mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial secara menyeluruh sesuai dengan keinginan dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat. Urgensi dan peranan kebijakan pembangunan regional berbeda pada waktu pola pembagunan negara bersangkutan yang bersifat sentralisasi dan desentralisasi. Pada saat pola pemerintahan dan pembangunan suatu negara bersifat sentralisasi, kebijakan regional tidak terlalu menentukan dan merupakan penunjang (sub-set) dari kebijakan pembangunan nasional. Pada kondisi demikian, aspirasi pembanguanan yang berkembang dimasing-masing wilayah hanya akan diterima jika tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Permasalahan yang muncul adalah bila mana kondisi, permasalahan dan potensi daerah pada negara bersangkutan sangat bervaeiasi sehingga kebijakan yang cenderung seragam tidak dapat memecahkan permasahan pembangunan daerah secara menyeluruh. Akan tetapi, bila pola pemerintahan tersebut telah bersifat desentralisasi, maka urgensi dan peranan kebijakan pembangunan regional menjadi lebih besar dan penting. Ddalam kondisi demikian, masing-masing daerah dapat menetapkan kebijakan pembangunan yang berbeda yang sesuai dengan potensi yang dimiliki serta permasalahan terhadap daerah yang bersangkutan. Dengan kondisi demikian, kebijakan pembangunan nasional lebih banyak berfungsi untuk memberikan arah pembangunan secara makro sedangkan kebijakan pembangunan wilayah terutama berfungsi untuk mendorong proses pembangunan pada daerah yang bersangkutan sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. 2.2 Sasaran Kebijakan Regional a. kemakmuran wilayah Sasaran yang utama yang dilakukan dalam kebijakan ini adalah untuk mensejahterakan wilayah yang bersangkutan. Ini berarti kondisi yang diinginkan adalah tercapai nya kesejahteraan dan terpenuhinya sarana dan prasarana yang memadai. Hal tersebut akan membuat mobilitas ekonomi semakin efektif karena didukung dengan infrastruktur yang baik. Jadi jika hal tersebut dapat daicapai oleh pemerintah yang didukung oleh perbaikan supra struktur menjadi lebih baik maka akan berakibat juga bagi pertumbuhan ekonomi. b. kemakmuran masyarakat bila mana kemakmuran masyarakat (people prosperity) merupakan sasaran utama pembangunan daerah, maka tekanan utama akan lebih banyak diarahkan pada pembangunan penduduk setempat. Dalam kaitanya dengan hal ini, program dan kegiatan lebih banyak diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam bentuk pengembngan pendidikan, peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat dan penerapan teknologi tepat guna. Disamping itu, perhatian juga akan diarahkan untuk meningkatkan kegiatan produksi masyarakat setempat dalam bentuk pengembangan kegiatan pertanian, meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehtanan, serta kegiatan ekonomi kerakyatan lainnya. Sejalan dengan hal tersebut dilakukan pula peningkatan pula pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan kemampuannya dalam pengembangan usaha agar mampu berkompetensi dalam dunia usaha. 2.3 Penatapan Wilayah Pembangunan Penetapan wilayah pembangunan dapat dilakukan dengan memperhatikan 4 aspek utama, yaitu: 1 kesamaan kondisi, permasalahan dan potensi umum daerah baik dibidang ekonomi, sosial dan geografi. Bila aspek ini dijadikan sebagai pertimbangan utama dalam pembentukan wilayah. 2 Keterkaitan yang erat antara daerah-daerah yang tergabung dalam wilayah pembangunan bersangkutan. Keterkaitam ini dapat diketahui melalui data tentang kegiatan dagang antar daerah dan mobilitas penduduk (migration) antar daerah. Bila aspek ini dijadikan sebagai dasar utama pembentukan wilayah pembangunan tersebut, maka wilayah in dinamakan nodal region. Aspek ketrkaitan ini sangat penting artinya untuk kebijakan pembangunan wilayah yang ditetrapkan dapat mendorong terjadinya keterpaduan dan sinergi pembangunan antar daerah dalam wilayah yang bersangkutan. 3 Kesamaan karakteristik geografis antar daerah yang tergabung dalam wilayah pembangunan tersebut. Karateristik geografis tersebut meliputi jenis daerah (pantai, pegunungan atau daerah aliran sungai), kesuburan dan kesesuaian lahan, dan potensi sumberdaya alam. Bila aspek ini dijadikan sebagai sumber aspek utama penetapan wilayah pembangunan maka wilayah tersebut dapat dinamakan sebagai wilayah fungsional. Aspek ini sangat penting dalam penetuan wilayah pembangunan. 4 Kesatuan wilayah administrasi pemerintahan antara propinsi, kabupaten dan kota yang tergabung dalam wilayah pembangunan bersangkutan. Bila pertimbngan merupakan unsur utama yang melandasi pembentukan wilayah pembangunan tersebut, mka wilayah ini dinamakan sebagai wilayah perencanaan (planniang region). 2.4 Bentuk Kebijakan Pembangunan Regional a. Kebijakan Fiskal Wilayah Kebijakan fiskal pada tingkat wilayah (region fiscal policy) dapat dilakukan dalam bidang pengaturan dan pengendalian penerimaan dan pengeluaran keuangan daerah. Alasanya adalah jelas karena penerimaan dan belanja daerah akan langsung mempengaruhi kinerja pembangunan daerah tersebut. Pendapatan daerah dapat berbentuk PAD yang diperoleh dari pajak dan retribusi daerah berikut hasil bersih perusaan daerah, serta alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat. Sedangkan belanja daerah dapat berbentuk biaya aparatur, belanja publik dan belanja modal sebagaimana terlihat dalam anggaran APBD daerah bersangkutan. Termasuk juga dalam belanja daerah ini adalah penggunaan dana dekonsentrasi dan dana pembantuan yang dialokasikan oleh pemerintah pusat kemasing-masing daerah melalui dinas dan instansi vertikal didaerah. Kebijakan fiskal wilayah menyangkut dengan pengeluaran yang dapat dilakukan dalam rangka mendorong proses pembangunan daerah dalam bentuk peningkatan proporsi dana APBD yang dialokasikan untuk belanja publik dan belanja modal. Kebijakan wilayah fiskal menyangkut dengan aspek belanja yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah adalah dalam bentuk peningkatan keterkaitan antara perencanaan dan anggaran. Dengan cara demikian pengalokasian dana dan dan belanja pembangunan akan dapat disesuaikan dengan prioritas yang telah ditetapkan dalam rencana pembangunan daerah. Kebijakan wilayah fiskal juga dapat dilakukan melalui kebijakan nasional dengan menggunakan dana alokasi khusus. Peranan ini dapat dilakukan melaui penentuan arah dan prioritasnya penggunakan DAK tersebut sesuai dengan kepentingan nasional. Biasanya prioritas penggunaan DAK diberikan pada kegiaan-kegiatan penanggulangan kemiskinan, pembangunan prasarana jalan yang tidak mampu dibiayai oleh APBD dan peningkatan kualitas hidup. Disamping itu, alokasi DAK juga diprioritaskan untuk peningkatan proses pembangunan pada daerah sedang berkembang dalam rangka mengurangi ketimpangan pembangunan. b. Kebijakan Moneter Wilayah kebijakan moneter ini lebih terbatas dari pada kebijakan fiskal. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya bersifat makro sehingga sulit untuk dibatasi pelaksanaannya pada wilayah tertentu. Namun demikian, masih terdapat beberapa kemungkinan pelaksanaanya kebijakan moneter wilayah untuk aspek tertentu, misalnya menyangkut dengan kebijakan pemberian kredit perbankan yang dibedakan untuk daerah-daerah yang sudah maju (developed regions) dengan daerah yang sedang berkembang (developing regions) Kebijakan pemberian kredit perbankan untuk daerah sedang berkembang dapat diberikan dalam bentuk prosedur dan jaminan yang lebih sederhana sehingga para pengusaha di daerah tesebut dapat memanfaatkan fasilitas kredit tersebut. Begitu juga keringanan modal ventura juga dapat juga digulirkan untuk menarik minat investor. Namun demikian kantor bank indonesia daerah setempat perlu selalu mengawasi agar fasilitas perbankan tersebut secara benar-benar digunakan dengan benar. Kebijakan moneter wilayah lainnya yang juga dapat dilakukan dalam bentuk pengembangan lembaga-lembaga non bank sebagai alternatif untuk penyediaan pembiayaan bagi pengembangan usaha ekonomi masyarakat. 2.5 Evaluasi Pelaksaan Kebijakan Regional Evaluasi pelaksanaan perlu dilakukan untuk dapat mengetahui seberapa jauh kebijakan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah dapat memberikan dampak positif sesuai dengan tujuan yang telah tetapkan semula. Disanping itu, melalui evaluasi ini dapat diketahui faktor-faktor yang menyebabkan keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan kebijakan regional tersebut. Sehingga dapat dirumuskan kebijakan tertentu yang perlu dilakukan dimasa mendatang. Evaluasi pelaksanaan kebijakan tersebut dapat dilakukan secara komprehensif maupun secara parsial. a. Evaluasi Komprehensif Evaluasi komprehensif paling sederhana yang dapat dilakukan dalam melakukan evaluasi pelaksanaan kebijakan pembangunan regional adalah dengan jalan membangdingkan kondisi pembangunan sesudah kebijakan dilakukan dengan sebelumnya. Dengan cara demikian, tentunya kebijakan itu dapat dikatakan berhasil bila kinerja pembangunan dalam wilayah cakupan setelah kebijakan ditetapkan ternyata lebih baik dibandingkan dengan kondisi sebelum kebijakan diambil dengan asumsi tidak terjadi perubahan yang luar biasa dalam periode pelaksanaan kebijakan. Bilamana kebijakan tersebut merupakan bagian dari suatu perencanaan pembangunan regional, maka evaluasi keberhasilan pelaksaan kebijakan dapat dilakukan dengan dengan membandingkan realisasi kenerja pembangunan setelah kebijakan diterapkan dengan target pembangunan yang ditetapkan dalam rencana. Namun demikian, cara penilaian keberhasilan pelaksanaa kebijakan pembangunan regional sebagaimana telah diuraikan diatas mempunyai kelemahan karena sistem tersebut tidak dapat memisahkan dampak yang juga dihasilkan oleh kebijakan yang bersifat nasional. Sebagaimana diketahui bahwa kwmajuan pembangunan pada suatu daerah tidak hanya disebabkan oleh kebijakan pembagunan yang dilakukan oleh daerah bersangkutan saja, tetapi juga terjadi karena kebijakan pembangunan yang bersifat nasional dilakukan oleh pemerintah pusat. Karena itu untuk dapat mengevaluasi pengaruh kebijaksanaan pembangunan wilayah secara lebih baik, maka dampak pembangunan daerah sebagai hasil kebijakan nasional seharusnya dikeluarkan sehingga perhitungan menjadi lebih baik. Untuk keperluan tersebut maka, metode evaluasi dapat dilakukan adalah sebagai berikut. Langkah pertama perlu diketahui lebih dahulu adalah menghitung besarnya dampak pembangunan ekonomi atau tambahan penyediaan lapanghan kerja yang dapat dicapai sebagai hasil kebijakan nasional tanpa adanya kebijakan regional sebagai berikut: n n Ni = Σ ni = Σ [eit (Eit/Eio)] i=1 i=1 dimana eit adalahjumlah tenaga kerja atau nilai tambah (PDRB) region i pada periode waktu t dan Eit jumlah tenaga kerja atau nilai tambah tingkat nasional pada periode waktu t dan Eio adalah nilai tambah tingkat nasional pada tahun dasar. Dengan demikian, besarnya dampak dari kebijakan nasional terhadap pembangunan daerah akan dapat diketahui dengan jalan mengalihkan jumlah tenaga kerja atau PDRB daerah bersangkutan dengan peningkatan penyediaan lapangan kerja dan PDB pada tingkat nasional. Langkah berikutnya yang perlu dilakukan adalah menghitung besarnya dampak yng dihasilkan oleh kebijakan regional sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan mencari selisih antar jumlah penyediaan lapangan kerja atau PDRB daerah bersangkutan pada periode tertentu dengan besarnya pengaruh dari kebijakn nasional sebagaimana ditunjukan oleh persamaan diatas. Dengan demikian, besarnya pengaruh dari kebijakan regional akan dapt diketahui melalui persamaan berikut : n n R= A-N = Σei – Σ ni i=1 i=1 agar perhitungan menjadi lebih tepat, maka hal yang perlu ditentukan secara khusus disini adalh periode berlaku dan berakhirnya kebijakan nasional tersebut. Penilaian keberhasilan pelaksaan kebijakan pembangunan regional dapt pula dilakukan melaui mobilitas investasi yang masuk ke daerah bersangkutan. Hal ini dilakukan karena keberhasilan kebijakn pembangunan suatu daerah tersebut dapt pula ditunjukan oleh keberhasilan dalam menarik industri dan kegiatan ekonomi lannya dari luar daerah maupun luar negeri untuk masuk kesuatu daerah. Bila jumlah investasi yang masuk besarmaka unsur-unsur pembangunan daerah separti pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat akan dapt pula ditingkatkan. Berdasarkan pandangan tersebut, maka mobiltas industri dan kegiatan ekonomi daerah dapat diukur dalam bentuk arus investasi sehingga dapat ditulis sebagai berikut : M= f (I) Dimana M adalah mobilitas industri sedang I investasi dalam RP atau dolar. Bila unsur kebijakan pembangunan daerah (Rp) juga ikut dipertimbngkan maka fungsi mobolitas terdahulu akan dapat pula dapat ditulis : I= f (A,RP) Dimana A melambangkan data tarik daerah dan RP adalh kebijakan pembangunan regional yang dilakukan pada daerah tersebut. Bila pengukuran dilakukan metode regresi maka persamaan diatas dapat dirubah menjadi: I =σ+ßA +δ (RP)+ε Dimana σ, ß dan δ adalah koefisien regresi dan ε adalah faktor kesalahan (distrubance terms). Menginagat RP adalah fariabel kebijakan regional yang juga dapat diwakili oleh jumlah anggaran daerah yang dialokasikan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, maka keberhasilan kebijakan pembangunan regional dapat diukur dari besarnya koefesien regresi δ yang seharusnya mempunyai nilai positif. b. Evaluasi Parsial Evaluasi pelaksanaan kebijakan regional secara parsial dilakukan dengan melihat keberhasilan pelaksaan pembangunan pada tingkat progaram atau proyek (kegiatan). Evaluasi ini dikatakan parsial karena hanya melihat pada sebagian dari kegiatan pembangunan daerah yang belum tentu menggambarkan kondisi pembangunan daerah secara keseluruhan. Karena itu, untuk mendapatkan gambaran menyeluruh dari keberhasilan pelaksanaan kebijakan pembangunan regional perlu dilakukan penilaian terhadap sejumlah program dan proyek utama yang berskala besar dan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap pembangunan daerah bersangkutan. Karena penilaian dilakukan pada tingkat program dan proyek, maka teknik yang dapat digunakan adalah sama dengan yang lazim digunakan pada penilaian kelayakan (evaluasi proyek) dengan menggunakan analisis biaya dan manfaat (cost and benefit analisys). n t n t Σ [Bt/(1+i)] : Σ [(It + Ct) / (1+i] i=1 i=1 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN REGIONAL (Diajukan untuk Memenuhi Tugas Tersusun pada Mata kuliah Ekonomi Regional) Disusun oleh Muhammad Sihab Ali NPM: 06.21.04.0106 Semester V FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 2008

sistem ekonomi Islam vs kapitalis dan sosialis

BATASAN-BATASAN HARGA DALAM ISLAM A. Pendahuluan Kegagalan yang paling terasa dari modernisasi yang merupakan akibat langsung dari era globalisasi adalah dalam bidang ekonomi. Kapitalisme modern yang walaupun akhirnya mampu membuktikan kelebihannya dari sosialisme, kenyataannya justru melahirkan berbagai persoalan, terutama bagi negara-negara Dunia Ketiga (termasuk negara-negara Muslim) yang cenderung menjadi obyek daripada menjadi subyek kapitalisme. Max Weber antara lain mengatakan: 1) tidak mungkin mengembangkan kapitalisme tanpa adanya kelas atau kelompok wirausahawan, 2) tidak mungkin ada kelas wirausahawan tanpa satu dasar moral (moral charter), dan 3) tidak ada dasar moral tanpa keyakinan keagamaan (religious premises), memastikan bahwa dasar moral Kapitalisme (Barat) adalah Ajaran Protestan. Dikaitkan dengan kegagalan kapitalisme Barat di negara-negara Muslim tersebut, kesadaran bahwa akar kapitalisme bukanlah dari Islam kemudian membangkitkan keinginan untuk merekonstruksi sistem ekonomi yang dianggap “otentik” berasal dari Islam. Apalagi sejarah memperlihatkan bahwa pemikiran ekonomi, telah pula dilakukan oleh para ulama Islam, bahkan jauh sebelum Adam Smith menulis buku monumentalnya The Wealth of Nations. Di samping itu, Iklim perdagangan yang akrab dengan munculnya Islam, telah menempatkan beberapa tokoh dalam sejarah sebagai pedagang yang berhasil. Keberhasilan tersebut ditunjang oleh kemampuan skill maupun akumulasi modal yang dikembangkan. Dalam pengertiannya yang sangat umum, maka bisa dikatakan bahwa dunia kapitalis sudah begitu akrab dengan ajaran Islam maupun para tokohnya. Kondisi tersebut mendapatkan legitimasi ayat al-Qur’an maupun sunnah dalam mengumpulkan harta dari sebuah usaha secara maksimal. Dengan banyaknya ayat al-Qur’an dan Hadis yang memberi pengajaran cara bisnis yang benar dan praktek bisnis yang salah bahkan menyangkut hal-hal yang sangat kecil, pada dasarnya kedudukan bisnis dan perdagangan dalam Islam sangat penting. Prinsip-prinsip dasar dalam perdagangan tersebut dijadikan referensi utama dalam pembahasan-pembahasan kegiatan ekonomi lainnya dalam Islam sebagai mana pada mekanisme kontrak dan perjanjian baru yang berkaitan dengan negara non-muslim yang tunduk pada hukum perjanjian barat. Jika mengikuti Weber yang mengatakan bahwa dasar moral berupa ajaran agama merupakan hal niscaya dalam berkembangnya kapitalisme, maka aktifitas bisnis dan perdagangan dalam ekonomi Islam tidak dapat dilepaskan dari kriteria ajaran agama itu sendiri. Ajaran tersebut memuat sikap pujian terhadap pelaku bisnis yang menjalankan secara benar dan sikap yang mencela bagi pelaku yang mengabaikan ajaran Islam dalam praktek bisnis. Rosulullah SAW bersabda عَنْ اَبِي سَعِيْدٍ عَنْ الَنَبي ص م قَََلَ التَاجِرُ الصُدُوقُ الْا ِميْنُ يُحْشَرُ مَعَ النَبِيْنَ وَالــصِدِ قِيْنَ وَالشُهَدَآء (رواه الترمذي والدارمي) Artinya : dari Abi Sa’id dari Rosulullah SAW bersabda : “ pedagang yang jujur dan dapat dipercaya akan dibangkitkan bersama kelompok para Nabi, orang-orang yang benar dan para Syuhada’ (orang yang mati dijalan Allah)” (HR Turmidzi dan Darimi) Pada dasarnya etika (nilai-nilai dasar) dalam bisnis berfungsi untuk menolong pebisnis (dalam hal ini pedagang) untuk memecahkan problem-problem (moral) dalam praktek bisnis mereka. Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan sistem ekonomi Islam khususnya dalam upaya revitalisasi perdagangan Islam sebagai jawaban bagi kegagalan sistem ekonomi –baik kapitalisme maupun sosialisme-, menggali nilai-nilai dasar Islam tentang aturan perdagangan (bisnis) dari al-Qur’an maupun as-Sunnah, merupakan suatu hal yang niscaya untuk dilakukan. Dengan kerangka berpikir demikian, tulisan ini akan mengkaji permasalahan revitalisasi perdagangan Islam, yang akan dikaitkan dengan pengembangan sektor riil. B. Sistem Ekonomi Islam Di Antara Kapitalisme dan Sosialisme Secara historis, konsep ekonomi kapitalis berakar dari istilah Perancis yang terkenal laissez faire-- “berjalan sendiri”. Konsep tersebut berasal dari teori ekonomi Adam Smith, seorang Skotlandia pada abad ke-18 yang karyanya The Wealth of Nations dianggap sebagai magnum ovus dalam bidang ekonomi. Karyanya itu sangat mempengaruhi tumbuhnya kapitalisme di dunia. Ia percaya bahwa kepentingan pribadi tidak boleh dikekang. Menurutnya, selama pasar bebas dan bersaing, maka tindakan individu yang didorong oleh kepentingan diri akan berjalan bersama demi kebaikan khalayak banyak. Pasar mengatur kehidupan sosial, termasuk ekonomi, secara otomatis. Karena pencapaian kepentingan pribadi dan kesejahteraan individu akan membawa hasil yang terbaik, tidak hanya mereka sebagai peribadi tetapi juga kepada masyarakat sebagai totalitas. Mekanisme ini dipandang oleh Adam Smith sebagai “tangan-tangan tersembunyi”(invisible hand). Dengan kata lain, karakteristik yang penting dari pasar, dipandang sebagai salah satu mekanisme yang bekerja untuk mengatur diri sendiri (self regulating mechanisme). Dengan demikian, tidak ada dimensi baik dan buruk dalam pasar, karena itu ia tidak dapat diintervensi sepanjang mekanisme berjalan secara normal. Menurut Stanislav Andreski, hakekat kapitalisme modern tersebut ditandai dengan beberapa karakteristik. Pertama, pemilikan semua sarana fisik untuk produksi yang meliputi tanah, bahan-bahan mentah, mesin, peralatan dan seterusnya, sebagai milik usaha-usaha industrial swasta otonom yang bisa dijual. Kedua, akuntansi melibatkan kebebasan-kebebasan pasar, yaitu tidak adanya pembatasan-pembatasan irasional atas perdagangan. Oleh karena itu ketiga, akuntansi kapitalistik membutuhkan teknologi rasional. Karakteristik keempat, agar organisasi industrial dapat beroperasi secara rasional, maka harus didasarkan pada hukum dan administrasi yang dapat diperhitungkan. Persyaratan kelima adalah pekerja bebas. Pekerja harus tersedia, yang bukan saja orang-orang yang berkesempatan melakukannya secara legal, tetapi juga yang karena keadaan ekonomi harus menjual tenaga mereka di pasar, sehingga dalam kenyataannya, karena dipaksa kondisi kelaparan menawarkan diri mereka untuk mendapatkan upah sebagai bagian biaya produksi yang telah ditentukan sebelumnya atas dasar prinsip ekonomi “dengan biaya yang sekecil-kecilnya bisa mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya.”. Karakteristik keenam atau yang terakhir adalah adanya komersialisasi kehidupan ekonomi, yaitu penggunaan secara umum sarana-sarana komersial yang berbentuk hak-hak saham dalam suatu perusahaan, apabila kekayaan tersebut mengambil bentuk surat-surat yang dapat diperjual belikan. Dengan adanya penghitungan rasional atas kapital sebagai pertanda yang paling umum dari kapitalisme modern, maka pada dasarnya kapitalisme modern hanya mungkin berkembang di negara yang rasional-positivistik. Negara-negara tersebut ada di dunia Barat yang telah menerapkan hukum dan administrasi modern yang rasional. Berkat dorongannya terhadap praktek laissez-faire, kapitalisme ini mendapat dukungan di negara-negara Barat tersebut, misalnya di Amerika Serikat, sebuah negara modern yang dibangun di atas kepercayaan terhadap individu dan persaingan bebas. Walaupun telah dikatakan bahwa Weber memastikan bahwa dasar dari kapitalisme Barat adalah semangat Protestianisme, namun akar agama dari pandangan ekonomi modern tampaknya telah mati. Keagamaan asketik telah digantikan oleh sebuah pandangan dunia pesimistik yang mengajarkan bahwa kejahatan-kejahatan pribadi, di bawah kondisi kondisi tertentu mungkin mengarah ke kebaikan umum. Maka tidak mengherankan ketika kebaikan itu misalnya ditandai dengan adanya keuntungan atau hasil yang sebesar-besarnya yang dijadikan sebagai motivasi dasar (profit oriented), maka muncul mitos bahwa bisnis adalah bisnis, jangan dicampur adukkan dengan moral. Merupakan suatu permasalahan yang timbul dalam anjuran untuk melaksanakan prinsip-prinsip etis dalam kegiatan ekonomi adalah walaupun diakui bahwa prinsip-prinsip tersebut mungkin saja baik, tetapi adakalanya tidak atau kurang dapat mendorong kegiatan ekonomi. Sebab moral dan etika memang cenderung dianggap bersifat “mengekang” atau “mengendalikan” daripada “mendorong”. Dari kedua hal tersebut, terdapat pula apa yang disebut moralitas atau etos. Oleh karena itu wajar jika timbul pertanyaan tentang apakah moral dan etika dapat mendorong kegiatan ekonomi?. Nampaknya, ketika jawaban atas pertanyaan itu adalah tidak, maka moral yang seringkali didasarkan pada nilai-nilai etis religius, akan serta merta ditinggalkan, sebagaimana dalam sistem ekonomi kapitalis. Hal senada bahkan lebih ekstrim ditunjukkan oleh sistem ekonomi soasialis yang berakar dari ajaran komunisme Karl Marx. Menurut Marx, agama adalah sama sekali sebuah ilusi dan candu. Agama adalah bentuk ideologi yang paling ekstrem dan nyata, sebuah sistem kepercayaan yang tujuannya untuk dapat memberikan alasan dan hukum-hukum agar seluruh tatanan dalam masyarakat bisa berjalan sesuai dengan keinginan penguasa. Menurutnya lebih lanjut, pada kenyataannya agama sangat tergantung pada kondisi ekonomi, sebab tidak ada satupun doktrin kepercayaan agama yang mempunyai nilai independen. Walaupun doktrin satu agama berbeda dengan doktrin agama lainnya, namun bentuk-bentuk spesifik yang ada dalam berbagai masyarakat pada akhirnya tergantung pada satu hal, yaitu kondisi sosial kehidupan yang pasti juga bergantung pada kekuatan materi yang bisa mengatur masyarakat di manapun dan kapanpun. Marx menegaskan bahwa kepercayaan kepada Tuhan adalah lambang kekecewaan atas kekalahan dalam perjuangan kelas. Kepercayaan tersebut adalah sikap memalukan yang harus dienyahkan, bahkan dengan cara paksaan. Marx memberikan kritik yang sama kerasnya baik terhadap ekonomi kapitalis maupun agama, yang menurutnya sama-sama menciptakan alienasi (keterasingan). Agama merampas potensi-potensi ideal kehidupan alami manusia dan mengarahkannya kepada sebuah realitas asing dan unnatural yang disebut Tuhan. Ekonomi kapitalis merampas hal yang lain dari ekspresi alami manusia, yaitu produktivitas kerja mereka dan merubahnya menjadi objek-objek materi, sesuatu yang bisa diperjual belikan dan dimiliki oleh orang lain. Dengan kedua hal tersebut, di satu sisi manusia telah memberikan bagian dari dirinya sendiri –kebaikan dan perasaannya- kepada agama yang hanya bersifat khayalan semata, di sisi lain, mereka bekerja terus menerus hanya demi upah untuk membeli barang-barang yang kita butuhkan. Agama telah merampas nilai lebih individu sebagai manusia dengan memberikannya kepada Tuhan. Begitu juga dengan ekonomi kapitalis yang telah merampas pekerjaan manusia, ekspresi kesejatian diri, dan kemudian memberikannya dalam bentuk komoditi kepada kaum kaya yang menguasai modal (kapital) yang akan menjualnya. Menurut Marx, kemiripan dalam hal yang sama-sama buruk ini, bukan terjadi secara kebetulan saja. Dengan menganggap agama sebagai bagian dari suprastruktur masyarakat di mana ekonomi sebagai pondasinya, bisa dipastikan bahwa sistem ekonomi sosialis-komunis terlepas dari nilai-nilai etis religius. Walaupun dianggap penganutnya sebagai yang paling adil dan bijak, ternyata sistem ekonomi sosialis telah mengorbankan kebebasan kegiatan ekonomi rakyat akibat mekanisme kontrol yang sentralistik oleh penguasa. Keruntuhan negara-negara Eropa timur yang merupakan basis sosialis komunis pada akhir dekade 80-an, ternyata telah membuktikan kegagalan sistem tersebut. Kemudian ketidakpastian suatu sistem yang dianut dalam suatu komunitas sosial akan mendorong kepada pembentukan mental yang individualistik dan materialistik akibat kebutuhan untuk memilih cara-cara yang strategis, simpel, dan pragmatis. Dalam kondisi inilah manusia sangat membutuhkan petunjuk Tuhan sebagai final truth. Maka agama diturunkan untuk manusia, karena manusia membutuhkan agama yang merupakan wujud dari rahmat Allah yang memberikan bimbingan bagaimana manusia menghampiri-Nya. Agama bukan untuk Allah dan sama sekali bukan kepentingan Allah. Karena dalam sejarahnya, tanpa bimbingan agama manusia selalu gagal menemukan dan mencari kaidah moral yang paling sempurna dan dapat memuaskan semua pihak, termasuk dalam kegiatan ekonomi. Dengan demikian sebagai seorang Muslim, dalam melakukan aktifitas ekonomi pun sudah semestinya mengikuti prinsip-prinsip ajaran Islam tentang hal tersebut. Islam sebagai ajaran moral, telah menawarkan sebuah konsep moral-religius kepada umat manusia untuk dijadikan acuan dalam setiap aktifitas kehidupannya. Dalam kerangka ini dapat dikatakan Islam sebagai agama diturunkan di muka bumi tidak lain untuk menciptakan kemaslahatan manusia. Pada hakekatnya, upaya pengembangan sistem ekonomi Islam dilakukan dalam kerangka tersebut. Bagian berikut akan melihat lebih jauh bagaimana nilai-nilai dan etika perdagangan menurut sistem ekonomi Islam. C. Nilai-nilai dan Etika Perdagangan Islam Sistem ekonomi Islam, yang didasarkan pada nilai-nilai dan pandangan dunia (world view) islami adalah salah satu entitas dari keseluruhan sistem ekonomi yang ada. Sistem ekonomi Islam lebih bericirikan ethics, di mana dalam sistem ekonomi seperti ini, seluruh aktifitas ekonomi berkait dengan perwujudan aspek-aspek nilai etis tersebut, juga ketika dihadapkan dengan tantangan-tantangan ekonomi. Dalam pandangan Baqir Sadar, sistem ekonomi dapat dikerucutkan ke dalam dua bagian utama; yaitu: Philosophy of Economics dan Science of Economics. Perbedaan salah satu sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya teletak pada level philosophy of economics, dan tidak dalam level Science of Economics. Philosophy of Economics memberikan masukan terhadap paradigma pemikiran dan aktifitas ekonomi dengan nilai-nilai dan batasan-batasan yang dianut, dan biasanya nilai-nilai agama yang memberikan kerangka nilai seperti itu (religion value based). Sejarah telah mencatat perkembangan dan sekaligus kejatuhan beberapa sistem ekonomi di dunia. Salah satu dari sistem ekonomi tersebut begitu sukses dalam satu periode tertentu, akan tetapi kemudian gagal. Tenaga kerja penuh, pertumbuhan, stabilitas harga, pengurangan tingkat kemiskinan, dan distribusi pendapatan yang lebih adil merupakan problematika ekonomi yang dihadapi oleh seluruh sistem ekonomi. Hingga decade sekarang ini, seluruh sistem ekonomi tersebut secara terus menerus (constantly) mencari solusi alternatif terhadap tantangan-tantangan ekonomi tersebut. Berkaitan dengan mekanisme pasar atau perdagangan, terdapat perbedaan mendasar dari kedua sistem ekonomi dunia yang dikenal (kapitalisme dan sosialisme). Jika dalam sistem ekonomi kapitalistik pasar diasumsikan dapat berjalan sendiri (laissez faire), ia digerakkan oleh satu mekanisme yang abstrak (invisible hand), dan intervensi pemerintah dalam mekanisme pasar (tidak dibolehkan/seminimal mungkin), maka dalam sistem ekonomi sosialis pasar diasumsikan sangat sentralistik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa ekonomi kapitalis terlalu berorientasi individualistik dan tidak menghiraukan aspek-aspek sosial dalam mekanisme pasar, sehingga yang menguasai modal (kapital) lah yang berkuasa. Sementara itu, walaupun dianggap penganutnya sebagai yang paling adil dan bijak, ternyata sistem ekonomi sosialis telah mengorbankan kebebasan kegiatan ekonomi rakyat dan mekanisme pasar akibat mekanisme kontrol yang sentralistik oleh penguasa. Berkaitan dengan kebebasan individu dalam pemilikan harta maupun pengembangannya dalam kegiatan ekonomi ini, Islam memiliki konsep sendiri yang bisa jadi merupakan sintesis dari konsep yang ditawarkan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis. Salah satu asas pokok dalam filsafat ekonomi Islam yang merupakan orientasi dasar ilmu ekonomi adalah tentang hak pemilikan kekayaan. Dalam Islam seperti yang dijelaskan al-Qur’an, bahwa pemilikan mutlak hanya layak bagi Tuhan sendiri, karena semua yang dilangit dan di bumi adalah ciptaan-Nya dan milik-Nya. Manusia hanya menjadi khalifah di muka bumi ini, sebagai pengemban amanah dari Tuhan untuk mengelola alam semesta. Status khalîfah atau pengemban amanat Allah itu berlaku umum bagi semua manusia; tidak ada hak istimewa bagi individu atau bangsa tertentu sejauh berkaitan dengan tugas kekhalifahan itu. Namun ini tidak berarti bahwa umat manusia selalu atau harus memiliki hak yang sama untuk mendapatkan keuntungan dari alam semesta itu. Mereka memiliki kesamaan hanya dalam kesempatannya, dan setiap individu bisa mendapatkan keuntungan itu sesuai dengan kemampuannya. Individu-individu dicipta (oleh Allah) dengan kemampuan yang berbeda-beda sehingga mereka secara instinktif diperintah untuk hidup bersama, bekerja bersama, dan saling memanfaatkan keterampilan mereka masing-masing. Ibnu Taimiyyah secara meyakinkan dapat memberikan pernyataan tegas bahwa individu-individu sepenuhnya berhak menyimpan harta milik mereka, dan tidak ada seorang pun berhak mengambil semua atau sebagian daripadanya tanpa persetujuan mereka secara bebas, kecuali dalam hal-hal tertentu di mana mereka diwajibkan melepaskan hak-hak tersebut. Maulânâ Abul A'lâ Maudûdî menyatakan bahwa dalam pandangan Islam, individulah yang penting dan bukan komunitas, masyarakat atau bangsa. Dia berpendapat bahwa individu tidak dimaksudkan untuk melayani masyarakat, melainkan masyarakatlah yang benar-benar harus melayani individu. Tidak ada satu komunitas atau bangsa pun bertanggung jawab di depan Allah sebagai kelompok; setiap anggota masyarakat bertanggung jawab di depan-Nya secara individual. Alasan yang bebas dan tertinggi dari adanya sistem sosial adalah kesejahteraan dan kebahagiaan individu, bukan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat sebagaimana yang digembar gemborkan sistem ekonomi sosialis. Dari sinilah ukuran yang benar dari suatu sistem sosial yang baik adalah batas yang membantu para anggota masyarakat untuk mengembangkan kepribadian mereka dan meningkatkan kemampuan personal mereka. Berdasarkan hal itulah Islam tidak menyetujui ada organisasi sosial dan rencana kesejahteraan sosial apa pun bila ia menekan individu-individu dan mengikat mereka begitu kuat dengan otoritas sosial, sehingga kepribadian mereka yang bebas akan hilang dan sebagian besar diantara mereka menjadi sekedar mesin atau alat yang berada di tangan orang-orang lain yang berjumlah kecil Adapun mengenai mekanisme pasar, terdapat beberapa prinsip yang melandasi fungsi-fungsi pasar dalam masyarakat Muslim. Pertama, semua harga, baik yang terkait dengan faktor-faktor produksi maupun produknya sendiri bersumber pada mekanisme ini, dan karena itu diakui sebagai harga-harga yang adil atau wajar. atau lebih tepatnya digunakan istilah "harga yang sesuai." Dengan demikian dalam konsep ekonomi Islam, penentuan harga dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pasar yaitu kekuatan permintaan dan penawaran. Pertemuan permintaan dan penawaran tersebut, haruslah terjadi secara rela sama rela, tidak ada pihak yang merasa terpaksa dalam melakukan transaksi pada tingkat harga tersebut. Keadaan rela sama rela merupakan kebalikan dari keadaan aniaya atau eksploitatif, yaitu keadaan di mana salah satu pihak senang di atas kepedihan orang lain. Dalam hal harga, para ahli fikih merumuskannya sebagai the price of the equivalent (thaman al-mitsl) atau harga yang sesuai. Konsep the price of the equivalent ini mempunyai implikasi yang penting dalam ilmu ekonomi, yaitu keadaan pasar yang kompetitif. Kedua, mekanisme pasar dalam masyarakat Muslim tidak boleh dianggap sebagai struktur atomistik. Memang Islam tidak menghendaki adanya koalisi antara para penawar dan peminta, tetapi ia tidak mengesampingkan kemungkinan adanya akumulasi atau konsentrasi produksi selama tidak ada cara-cara yang tidak jujur digunakan dalam proses tersebut, dan kedua hal tersebut tidak melanggar prinsip-prinsip kebebasan dan kerjasama. Dengan demikian dalam konsep ekonomi Islam, monopoli, duopoli, ataupun oligopoli (dalam artian hanya ada satu penjual, dua penjual, atau bayak penjual) tidak dilarang dalam Islam selama mereka tidak mengambil keuntungan di atas keuntungan normal. Ini merupakan konsekwensi dari konsep the price of equivalent. Produsen yang beroperasi dengan positif profit akan mengundang produsen lain untuk masuk ke dalam bisnis tersebut, sehingga kurva supply bergeser dan jumlah output yang ditawarkan bertambah, sehingga harga akan turun. Produsen baru akan terus memasuki bisnis tersebut sampai harga turun sedemikian rupa sehingga economic profit nihil. Pada keadaan ini, produsen yang telah ada di pasar tidak mempunyai insentif untuk keluar dari pasar, dan produsen yang belum masuk ke pasar tidak mempunyai insentif untuk masuk ke pasar. Namun dalam prakteknya, adanya akumulasi dan atau konsentrasi harta itu bisa mengundang campur tangan pemerintah. Campur tangan ini bisa berbentuk pengambilalihan produksi yang dimonopoli (oleh perorangan atau perusahaan tertentu) atau pengawasan dan penetapan harga oleh pemerintah (price intervention). Kebolehan price intervention antara lain karena : 1. Price intervention dilakukan karena menyangkut kepentingan masyarakat yaitu melindungi penjual dalam hal profit margin sekaligus melindungi pembeli dalam purchasing power. 2. Bila tidak dilakukan price intervention maka penjual dapat melakukan ghaban faa-hisy , yang berarti si penjual menzalimi si pembeli. 3. Pembeli biasanya mewakili masyarakat yang lebih luas, sedangkan penjual mewakili kelompok masyarakat yang lebih kecil, sehingga price intervention berarti pula melindungi kepentingan masyarakat yang lebih luas. Islam mengatur agar persaingan di pasar dilakukan dengan adil, sehingga seluruh bentuk transaksi yang menimbulkan ketidakadilan dilarang, yaitu: 1.Talaqqi rukban dilarang karena pedagang yang menyongsong di pinggir kota akan memperoleh keuntungan dari ketidaktahuan penjual dari daerah pinggiran atau kampung akan harga yang berlaku di kota. Mencegah masuknya pedagang desa ke kota ini (entry barrier), akan menimbulkan pasar yang tidak kompetitif. 2.Mengurangi timbangan atau sukatan dilarang, karena barang dijual dengan harga yang sama untuk jumlah yang lebih sedikit. 3.Menyembunyikan barang cacat karena penjual mendapatkan harga yang baik untuk kualitas yang buruk. 4.Menukar kurma kering dengan kurma basah dilarang, karena takaran kurma basah ketika kering bisa jadi tidak sama dengan kurma kering yang ditukar tersebut. 5.Menukar satu takaran kurma kualitas bagus dengan dua takar kurma kualitas sedang dilarang, karena setiap kualitas kurma mempunyai harga pasarnya. 6.Transaksi Najasy dilarang, karena si penjual menyuruh orang lain memuji barangnya atau menawar dengan harga tinggi agar orang lain tertarik. 7.Ikhtikar dilarang, karena bermaksud mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi. 8.Ghaban Fahisy dilarang, karena menjual di atas harga pasar. Yang ketiga dan terakhir berkaitan dengan mekanisme pasar adalah mengenai teori nilai. Dalam ekonomi Islam tidak ada sama sekali pemisahan antara manfaat normatif suatu mata dagangan dan nilai ekonomiknya. Dengan perkataan lain, semua yang dilarang digunakan tidak memiliki nilai ekonomik. Tentu saja karena minuman keras tidak bernilai sama sekali dalam masyarakat Muslim, maka semua penawaran yang ada harus dianggap tidak ada dan setiap usaha untuk memproduksi dan mendistribusikannya sama sekali dianggap sebagai pemborosan dalam pengertian ekonomi. Konsumsi berlebih-lebihan, yang merupakan ciri khas masyarakat yang tidak mengenal Tuhan, dikutuk dalam Islam dan disebut dengan istilah israf (pemborosan) atau tabzir (menghambur-hamburkan uang/harta tanpa guna). D. Pengembangan Sektor Riil Profesor Jacquen Austry, seorang ahli ekonomi berkebangsaan Perancis mengatakan bahwa untuk keluar dari kesulitan ekonomi yang pernah dipimpin oleh mazhab ekonomi sosialis dan kapitalis kita harus menemukan suatu konsep ekonomi yang adil dan seimbang. Sebagaimana telah diuraikan di atas, melihat philosophy of economics yang tergambar dari nilai-nilai dan batasan-batasan yang dirumuskan dari nilai-nilai Islam dalam aktivitas perdagangan khususnya dan aktivitas ekonomi pada umumnya, konsep ekonomi yang adil dan seimbang itu dapat ditemukan dalam konsep Islam. Adil dalam konsep Islam adalah “tidak menzalimi dan tidak di zalimi”. Bisa jadi ‘sama rata sama rasa’ tidak adil dalam pandangan Islam. Kenyataannya, upaya pemerataan kekayaan yang dilakukan dalam sistem sosialisme, ternyata dapat menimbulkan masalah inefficiencies dan produktivitas rendah, karena tidak memberikan insentif bagi orang yang bekerja keras, yang pada gilirannya dapat mematikan sektor riil. Demikian juga dengan praktek-praktek ekonomi kapitalistik. Para pemilik modal, dengan sumberdaya (endowment) yang tinggi menjadikan mereka mempunyai posisi tawar yang sangat kuat termasuk dalam menentukan harga atau upah, sehingga dapat mengeksploitasi kaum yang mempunyai sumberdaya terbatas. Kenyataannya dengan faktor-faktor produksi yang dimilikinya (modal, tenaga kerja murah, dan mesin industri), kaum kapitalis dapat menghasilkan produk yang melimpah di pasaran sehingga mengalahkan produk-produk industri kecil dan menengah, baik dari segi kualitas maupun harga. Sebenarnya hal tersebut sah saja sesuai dengan mekanisme pasar, yang juga diakui dalam konsep ekonomi Islam. Namun jujur dan adil yang disyaratkan oleh konsep Islam, seringkali terabaikan dalam sistem kapitalisme ini, misalnya dengan mengeksploitasi buruh dan menghalalkan segala cara untuk mendapat keuntungan (profit oriented). Industri kecil dan menengah yang kekurangan modal atau sektor riil pada umunya, lambat laun akan mati. Walaupun ada cara-cara yang ditawarkan sistem kapitalis (ekonomi konvensional) untuk mengatasi permasalahan modal dimana interest (bunga) merupakan ciri utamanya, selain karena dianggap riba yang haram hukumnya dalam Islam karena bersifat eksploitatif, ternyata juga lebih sering memperparah kondisi ekonomi daripada memperbaikinya, bahkan menimbulkan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu, Islam menawarkan konsep ekonomi dan perdagangan yang dilandasi nilai-nilai dan etika yang bersumber dari nilai-nilai dasar agama (religion value based) yang menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan. Seorang orientalis berkebangsaan Perancis, Raymond Charles, mengatakan bahwa ekonomi Islam telah menggariskan jalan kemajuan tersendiri. Di bidang produksi ia sangat memuliakan kerja dan mengharamkan segala bentuk eksploitasi. Di bidang distribusi ia menetapkan dua kaidah "bagi masing-masing menurut kebutuhannya", dan "Bagi masing-masing menurut hasil kerjanya". Dengan adanya penghargaan terhadap prestasi kerja seseorang, secara langsung ataupun tidak dapat meningkatkan produktivitas, sehingga meningkatkan penghasilan dan daya beli masyarakat, sehingga kesenjangan ekonomi yang sangat tampak akibat praktek-praktek ekonomi kapitalis, dapat diperkecil atau jika mungkin dihilangkan. Dengan kata lain, konsep ekonomi Islam telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap perilaku manusia sehingga menguntungkan individu tanpa mengorbankan hak-hak individu lainnya. Perilaku mereka yang ditetapkan dalam Hukum Allah (Syari’ah) harus diawasi oleh masyarakat secara keseluruhan, berdasarkan aturan Islam termasuk dalam perdagangan. Adanya mekanisme pasar yaitu kekuatan permintaan dan penawaran, selama tidak ada cara-cara yang tidak jujur digunakan dalam proses tersebut, dan kedua hal tersebut tidak melanggar prinsip-prinsip kebebasan dan kerjasama, adalah sah. Pada dasarnya Ekonomi Islam adalah ekonomi yang bebas, tetapi kebebasannya ditunjukkan lebih banyak dalam bentuk kerjasama daripada dalam bentuk kompetisi (persaingan). Memang, kerjasama adalah tema umum dalam organisasi sosial Islam. Individualisme dan kepedulian sosial begitu erat terjalin sehingga bekerja demi kesejahteraan orang lain merupakan cara yang paling memberikan harapan bagi pengembangan daya guna seseorang dan dalam rangka mendapatkan ridha Allah SWT. Dalam hal pengembangan daya guna ini, ketika misalnya seseorang kekurangan modal, solusi yang ditawarkan dalam konsep Islam adalah kerjasama (mudarabah, musyarakah ataupun murabahah), yang pembagian keuntungannya didasarkan kerja-kerja nyata, bukan prediksi berupa dipastikannya keuntungan sesuai dengan berjalannya waktu dengan prosentase tertentu, seperti instrumen interest (bunga) dalam ekonomi konvensional. Dengan demikian, berbicara mengenai pengembangan sektor riil, maka konsep ekonomi dan perdagangan yang dilandasi nilai-nilai dan etika Islam, nampaknya lebih menjanjikan dibandingkan konsep ekonomi kapitalisme maupun sosialisme. Oleh karena itu melaksanakan system perdagangan Islam, sangat penting untuk dilakukan dalam upaya pengembangan sektor riil ini. Dengan perkataan lain salah satu hal yang dapat menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan memajukan sektor riil, adalah dengan melakukan revitalisasi perdagangan Islam. Getting lead the world with Islamic economic system AllahuAkbar! “give cause of needing” “give cause of working achievement”